DSC_4338 web

Dilihat dari nomer kelompoknya, keduanya masih tergolong muda. Kelompok 574 sudah berusia sekitar 2 tahun. Sedangkan kelompok 582 belum genap 2 tahun. Latarbelakang terbentuknya juga berbeda jauh.

Diawal-awal pengembangan sistem tanggung renteng, memang disyaratkan agar kelompok dibentuk dari anggota yang tempat tinggalnya berdekatan. Asumsinya, dengan berdekatan tempat tinggal maka diantara anggota sudah saling kenal karakternya dan tahu kesehariannya. Disamping itu dengan berdekatan tempat tinggal maka bisa saling mengingatkan akan kewajiban sebagai anggota kelompok koperasi. Saling kontrol juga bisa lebih mudah dilakukan.

DSC_4333 web

Saling kenal, saling mengingatkan dan saling kontrol memang dibutuhkan dalam kelompok tanggung renteng. Hal itu semua dilakukan sebagai upaya menjaga kebersamaan demi keberlangsungan kelompoknya. Karena apapun yang terjadi dalam kelompok sistem tanggung renteng akan menjadi tanggung jawab seluruh anggotanya.

Nampaknya dasar inilah yang masih dipegang teguh oleh anggota kelompok 574. Tak mengherankan bila kelompok yang berlokasi di Asrama Polisi Bangkingan ini membatasi  keanggotaannya. Sejak awal dibentuk, mereka sudah berkomitmen bahwa keanggotaan hanya sebatas warga Asrama Polisi Bangkingan. Komitmen itupun dipertahankan hingga sekarang.

Tapi dinamika kehidupan masyarakat terus berkembang. Apalagi kini ditopang dengan teknologi informasi yang semakin canggih. Saat ini, anak SD saja sudah menenteng handphone. Sehingga masalah kedekatan sudah bisa dibangun dengan menggunakan teknologi tersebut. Diantaranya untuk saling mengingatkan atas kewajiban yang harus diselesaikan melalui kelompoknya.

Disamping itu, kedepan kelompok 574 juga akan menghadapi masalah kalau terus mempertahankan komitmen awalnya. Sudah menjadi ketentuan, bahwa yang sudah tidak bertugas atau pensiun maka harus pindah dari Asrama Polisi. Permasalahannya apakah anggota yang pindah dari Asrama Polisi juga harus keluar dari kelompok. Tentu hal ini juga tidak diharapkan. Karena keberadaan kelompok tidak hanya dimaksudkan untuk 2 atau 5 tahun saja. Tapi selamanya sampai ke anak cucu.

Wacana inilah yang dilontarkan pada saat pertemuan kelompok dibulan 3 Mei lalu. Perdebatan memang terjadi saat itu. Ada yang bertahan dengan komitmen awal dengan alasan resiko tinggi bila memasukan anggota dari luar Asrama Polisi Bangkingan. Sementara yang menerima wacana tersebut telah berfikir jauh kedepan demi perkembangan kelompok. Dari tarik ulur dua pendapat tersebut akhirnya disepakati bisa menerima diluar Aspol tapi masih sebatas pada ikatan kekerabatan.

DSCF1925 web

Lain kelompok 574, lain pula kelompok 582 yang pertemuan rutinnya dilakukan di Rumah Susun Cipta Menanggal. Walaupun kelompok ini berada di Rumah Susun Cipta Menanggal, tapi hampir semua anggotanya bertempat tinggal di luar Rusun tersebut. Bahkan bisa dikatakan tempat tinggal anggotanya saling berjauhan. Ada yang di Pagesangan, Jambangan, Rungkut bahkan ada yang dari Krian. Mereka ini disatukan karena hubungan pertemanan. Kebanyakan mereka adalah teman dalam satu tempat kerja.

Kendati didasari hubungan teman kerja tapi soal kebersamaanya bisa terlihat pada saat pertemuan kelompok. Dalam hal konsumsi misalnya, tidak hanya anggota yang mendapat arisan saja yang wajib membawa. Tapi ada juga anggota yang dengan sukarela membawa kue untuk dinikmati bersama saat pertemuan kelompok. Bahkan ketika ada yang kebagian membawa konsumsi lupa, anggota yang lainpun tidak mempermasalahkan. Ada saja cara mengatasi masalah tersebut tanpa harus menyakiti perasaan teman.

DSCF1932 Web

Untuk bisa saling bertemu, memang menjadi masalah dikelompok 582 ini. Karena semua anggota punya kegiatan, baik sebagai pekerja maupun sebagai pengusaha. Itulah sebabnya untuk pertemuan kelompok selalu dipilih pada hari Minggu. Dengan cara itu, tingkat kehadirannyapun masih bisa mencapai 70 %. Sementara untuk pembayaran kewajiban hingga pertemuan 8 Mei lalu, tidak pernah mengalami masalah. Artinya, hingga usia hampir 2 tahun, kelompok 582 belum pernah mengalami TR.

Resiko memang selalu ada tapi semua itu bisa diminimalisir dengan penerapan sistem tanggung renteng yang tepat dan benar. Sistem bukan hanya dilaksanakan sebagai ritual untuk mendapat pinjaman tapi dilaksanakan dengan penuh makna. Begitu pula dengan kelompok 582 dan kelompok 574 yang masih tergolong muda ini. Tentu kelompok ini, bisa tetap menjadi kelompok baik yang terus tumbuh dan berkembang bila setiap anggotanya bisa mengambil makna dalam pelaksanaan sistem tanggung renteng. Disinilah peranan PPL sebagai pendamping dan pembina kelompok untuk terus memberikan pembelajaran pada anggota. PPL menjadi fasilitator terlaksananya sistem tanggung renteng dengan penuh makna. (gt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.