Namanya Bakso Adam dan cukup dikenal dikawasan Simokerto. Tapi penggunaan nama Adam juga tidak ada hubungannya dengan nama penjualnya. Karena suami Ibu Tukini anggota Kopwan SBW itu bukan bernama Adam. Anak -anak Ibu Tukini juga tidak ada yang bernama Adam. Bakso Adam juga tidak dikenal karena namanya tapi rasanya yang memang beda.

“Bakso saya ini asli daging sapi tidak pakai campuran daging lainnya seperti ayam atau ikan. Saya dan suami ini berasal dari Solo, makanya orang-orang bilang ini bakso Solo. Tapi saya tidak menamainya Bakso Solo. Karena didepan sana itu sudah ada Bakso Solo. Nama Adam itu pemberian teman suami saya. Dan suami saya juga gak tahu, kenapa harus pakai nama Adam,” ujar Ibu Tukini anggota kelompok 427 yang siang itu menemani suaminya berjualan bakso.

Pak Min itulah panggilan suami dari Ibu Tukini yang berjualan bakso sejak usia muda. Ia berkeliling kampung di kawasan Simokerto dan Sidotopo. Dengan berjualan keliling itu pendapatannyapun tidak menentu. Kendati demikian banyak pelanggannya mengakui rasa baksonya yang enak seperti bakso Solo. Itulah sebabnya pelanggannya menyarankan untuk berjualan menetap.

Tapi Pak Min tidak punya keberanian untuk berjualan secara menetap. Barulah setelah menikah dengan Ibu Tukini, keberanian itu menguat dan terwujud pada tahun 1990. Jl Simokerto didepan rumah No 77 itulah tempat Bakso Adam hingga kini. Tidak banyak perubahan walau sudah berjalan 30 tahun. Tenda dengan terpal biru sebagai atapnya dan geber yang bertuliskan Bakso Adam, daging sapi asli telah menjadi cirikhas yang menjadi tetenger bagi pelanggan setianya.

Sebagaimana tempatnya yang tidak banyak berubah, rasa baksonyapun bisa dipertahankan hingga saat ini. Tekstur baksonya yang kenyal dan lembut serta gurih sebagaimana bakso Solo tetap menjadi kekhasannya. Tak ketinggalan tahu goreng dan bakwan yang menemani pentol baksonya. Kekhasan itulah yang membuat pembelinya selalu ingin kembali.

Bakso Adam buka setiap hari mulai pukul 13.00 hingga pukul 21.00 dan dimasa pandemi ini dibatasi hanya sampai pukul 20.00. “Dimasa pandemi ini memang cukup terasa dampaknya. Biasanya dalam satu hari bisa mendapat Rp3,5 juta. Tapi sekarang paling banyak dapat Rp 2,5 juta. Tapi ya… harus disyukuri. Karena masih bisa jualan dan masih ada penghasilan,” tukas Ibu Tukini.

Ibu yang menjadi anggota SBW sejak 2003 ini juga menuturkan, dari jualan bakso tersebut sebetulnya sudah cukup menopang ekonomi keluarganya. Tapi terkadang yang namanya hidup, selalu saja ada kebutuhan yang harus dipenuhi. Sementara cadangan uang tidak cukup. Itulah sebabnya Ibu Tukini merasa bersyukur bisa menjadi anggota Kopwan SBW.

“Pinjam di SBW itu gampang, tidak pakai syarat macam-macam. Tinggal mengajukan saja di kelompok. Pertama kali saya mendapat pinjaman dari SBW itu saya gunakan untuk mbayar sekolah anak-anak. Terkadang juga untuk nambah -nambah modal. Seperti sekarang ini bapaknya pingin ganti rombong. Tapi sayangnya saat ini SP 1 nya masih banyak,” ujar Ibu 3 putra ini kepada Bulletin SBW saat ditemui di tempat jualan.(gt)