Tak pakai lama, bila pertemuan kelompok berjalan efektif. Cukup 1,5 jam, pertemuan kelompok sudah tuntas. Itulah yang dilakukan kelompok 185 pada pertemuan September lalu.

Pertemuan kelompok yang diadakan setelah ashar, memang waktunya terasa sempit karena berdekatan dengan waktu sholat magrib. Apalagi bila waktu dimulainya juga molor karena menunggu anggota yang belum hadir. Hal tesebut berakibat menimbulkan kegelisahan bagi anggota yang merasa mempunyai kewajiban menunaikan sholat magrib.

Seperti yang dialami kelompok 185 yang selalu menjadwalkan pertemuannya pada pukul 16.30. Tapi anggota kelompok 185 ini tergolong disiplin dalam hal waktu. Sehingga pertemuan kelompok selalu bisa dimulai sesuai dengan yang dijadwalkan. Karena yang hadir sudah mencapai qorum bahkan kehadirannya mencapai 70 persen dari jumlah anggota.

Begitu pula dengan proses pertemuan kelompok yang dijalankan. Walapun proses dijalankan secara rinci, tapi waktu yang digunakan tidak terlalu lama. Sehingga dalam waktu 1,5 jam, proses pertemuan kelompok sudah tuntas. Tapi pada pertemuan September lalu, ada agenda tambahan yaitu pembahasan rencana rekreasi bersama. Sehingga pertemuan masih berlarut-larut. Tak pelak beberapa anggotapun mulai gelisah, karena waktu sholat magrib hampir berlalu. Diantaranya juga sudah ada yang meninggalkan tempat pertemuan.

Nampaknya, kelompok yang anggotanya tinggal dikawasan Karang Menjangan ini punya cara tersendiri agar pertemuan tidak berlarut-larut. Diantaranya kebanyakan anggota sudah membayar kewajibannya 1 hari sebelum pertemuan kelompok. Sehingga ketika hadir dipertemuan kelompok, anggota tinggal menerima kitir dari PJ. Dari kitir itu pula anggota bisa mencocokan antara yang telah dibayarkan dengan yang tertulis. Disamping itu, kitir juga dicocokan dengan lembar tagihan sebelum kolom diujung lembar tersebut ditandatangani.

Tak mengherankan disaat pertemuan itu, PJ I dan PJ II tidak banyak disibukkan dengan pencatatan pembayaran kewajiban anggotanya. Sehingga pertemuan kelompok bisa dimulai tepat waktu sesuai dengan yang dijadwalkan. Diawali dengan pembukaan oleh PJ, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan notulen oleh salah satu anggota.

Proses pertemuan kelompokpun terus berjalan. Setelah koreksi notulen dilakukan oleh PPL maupun anggota, acarapun diambil alih oleh PJ I selaku koordinator kelompok. Dalam hal ini PJ I memulainya dengan membacakan tambahan angsuran secara rinci mulai dari nama, nilai nominal dan jenis pinjaman. “Gimana bu, adakah yang terlewatkan,” tanya Ibu Yekti Handayani selaku PJ I.

“Ada Bu,” tukas salah satu anggota. Ibu Yekti pun menawarkan kembali kepada anggota untuk membaca ulang tentang tambahan angsuran. Setelah mendapat persetujuan anggotanya, Ibu Yekti membaca ulang secara rinci tambahan angsuran. Ternyata semua sudah tercatat lengkap dan anggota yang merasa membayar tambahan angsuran pun menyatakan sudah betul.

“Ibu-ibu.. bulan ini plafon kelompok kita mencapai Rp 216 juta,” ungkap Ibu Yekti sebelum menginjak pada agenda berikutnya yaitu musyawarah pengajuan pinjaman. Disaat Ibu Yekti mulai membacakan SPP anggota, Ibu Rosyianto melakukan interupsi dengan menyampaikan saran agar SPP dibaca oleh yang mengajukan sendiri. Hal ini dilakukan Ibu Rosyianto selaku PPL sebagai salah satu bentuk pembinaan untuk mengawal proses sistem tanggung renteng.

Tapi nampaknya anggota tidak berkenan dengan saran tersebut. “Gimana ibu-ibu, sekarang SPP nya dibaca sendiri-sendiri ya..?,” tanya Ibu Yekti mintak persetujuan anggotanya. Ternyata hampir semua anggota menjawab agar SPP tetap dibaca oleh PJ untuk menghemat waktu. Akhirnya proses terus berlangsung dan SPP tetap dibacakan oleh PJ namun PPL mintak agar semua anggota mendengarkan dan mencermati apa yang dibacakan.

Satu per satu SPP dibacakan. Kata setujupun terlontar dari anggota tanpa ada sanggahan. Hal tersebut terjadi karena SPP tersebut dari anggota yang memang sudah dikenal lama dan dapat dipercaya. Tapi berbeda ketika memusyawarahkan SPP tahapan II, anggota pun mulai melakukan koreksi. Diantaranya tentang kenaikannya yang terlalu tinggi.

Begitu pula ketika yang mengajukan SPP ternyata belum hadir. Anggotapun sepakat, untuk ditunggu sampai 20 menit. Bila belum hadir maka SPP di tangguhkan. Karena memang seperti itulah peraturan kelompok yang telah disepakati dikelompok 185. Tapi tak lama setelah itu, anggota tersebut datang. Sehingga SPP nya bisa disetujui.

Anggota kelompok 185 ini memang mempunyai komitmen cukup tinggi untuk menegakkan peraturan diantaranya peraturan kelompok. Karena mereka tidak ingin pengalaman pahit beberapa tahun lalu terulang. Dimana anggota harus menanggung beban TR akibat dari anggota-anggota yang tidak bisa dipercaya. Seperti terjadi 5 tahun lalu, ada anggota yang mengambil SP1,SP2 dan SP3 dengan nilai maksimal, setelah itu ia menghilang.

“Beberapa tahun lalu kita mengalami TR yang dilakukan beberapa anggota. Setelah mengambil pinjaman dengan nilai pol-polan mereka menghilang. Karena tabungan kelompok habis, akhirnya kita TR spontan setiap anggota itu Rp 75 ribu per bulan. Sampai kini kita masih trouma, makanya batasan masih diberlakukan walaupun sudah bisa dibuka. Jadi sampai sekarang untuk SP1 dan SP 2 nilai pinjaman maksimalnya Rp14 juta,” tukas Ibu Sulasih Sutrisno selaku PJ II kelompok 185.

Sejak PJ beralih ke Ibu Yekti dan Ibu Sulasih, kelompok yang selalu mengadakan pertemuan di Balai RT I Karang Menjangan ini melakukan pembagian tugas. PJ I dan PJ II ini melakukan pengambilan tagihan dan setor kewajiban kelompok ke Kopwan SBW secara bergantian. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan efektifitas dan keterbatasan waktu. Karena memang keduanya mempunyai kesibukan bekerja. (gt)