Tidak ada pembayaran kewajiban, tidak ada pembacaan notulen bahkan proses musyawarah juga tidak ada. Penampilan merekapun nampak istimewa dengan busana sebagaimana menghadiri resepsi pernikahan. Karena memang pada 17 Juli itu, anggota kelompok 394 tidak sedang menjalankan pertemuan kelompok. Siang itu mereka berkumpul di ruang VIP RM Nur Pacifik, khusus untuk mengadakan halal bi halal.
“Ibu- ibu hari ini nampak cantik-cantik lho. Biasanya kalau ke pertemuan kelompok banyak yang hanya mengenakan daster bahkan babydol,” ujar Ibu Pupun yang disambut tawa anggota kelompok 394. Mereka seakan membenarkan apa yang disampaikan PJ II nya itu.
Saat itu anggotapun nampak lebih banyak tersenyum dan tawa karena lontaran canda maupun tingkah polah temannya. “Di pertemuan kelompok seharusnya seperti ini. Semuanya nampak cantik-cantik terus banyak senyum sehingga pertemuan kelompok menjadi menyenangkan. Walaupun ke pertemuan kelompok itu untuk membayar hutang, tapi kalau itu dilakukan dengan tersenyum maka beban itu akan terasa lebih ringan,” tukas Ibu Ninik, PJ I kelompok 394.
“Terus kalau di pertemuan kelompok juga ada seperti saat ini, ada makan-makannya terus ada nyanyi-nyanyinya… yo enak rek,” celetuk salah satu anggota. “Yo… tapi nek terus-terusan setiap bulan seperti ini yo bangkrut,” balas yang lainnya. Sontak yang mendengarpun tertawa. Pendek kata saat itu semua lontaran menjadi bahan pemicu tawa. Tak pelak ruang berukuran 5 X 5 m itu terasa riuh dengan canda tawa anggota kelompok 394.
Meski dalam kegembiraan, tetap saja misi pembelajaran terus berjalan. Seperti dilakukan Ibu Ninik PJ I, Ibu Pupun PJ II ditambah juga oleh Ibu Marina. Diantaranya mereka menghimbau kepada anggota agar berupaya menjadikan pertemuan kelompok sebagai kegiatan yang menyenangkan.
“Hal itu bisa diwujudkan bila semua anggota sudah memahami dan menyadari akan kewajiban masing-masing. Sadar bahwa kehadirannya dibutuhkan oleh teman yang butuh persetujuan. Sadar untuk tidak merepotkan teman satu kelompok dengan membayar apa yang telah menjadi kewajibannya,” tambah Ibu Wido selaku PPL di kelompok 394.
Memang bila semua anggota dalam satu kelompok sudah sadar akan kewajiban masing-masing maka pelaksanaan hak juga akan menjadi lancar. Semua hak anggota yang telah disetujui secara kelompok akan secara otomatis bisa direalisasi oleh koperasinya. Salah satu buah dari itu semua seperti dialami kelompok 394 yang mampu mengadakan kegiatan halal bi halal.
Bisa dibayangkan bila sebaliknya. Jangankan mengadakan kegiatan halal bi halal ataupun rekreasi, hadir dipertemuan kelompokpun menjadi beban berat. Bagaimana tidak, setiap bulan anggota akan dihadapkan dengan rasa was-was karena ada anggota yang tidak menjalankan kewajibannya. Tabungan kelompok yang dipupuk sedikit demi sedikit akan terkikis habis akibat ulah anggota yang tidak bertanggung jawab.
Pengalaman itu pernah terjadi dalam kelompok 394 sekitar sepuluh tahun lalu. Akibat ulah anggotanya yang tidak bertanggung jawab, tabungan kelompok terkikis untuk TR. Setidaknya kelompok yang berbasis anggota dikawasan Gubeng ini pernah dihantam 6 kali TR. Dari pengalaman itulah, kini kelompok 394 lebih berhati-hati diantaranya dengan mengadakan batasan untuk SP 1 dan SP 2 maksimal Rp 14 juta.
Disamping itu juga dibuat peraturan kelompok dimana anggota yang terkena TR akan disanksi untuk pengajuan pinjamannya di tunda satu bulan. Demikian pula untuk meningkatkan kepedulian pada teman satu kelompok, setiap anggota yang tidak hadir 3 kali berturut-turut maka pengajuan pinjamannya akan ditunda 1 bulan. Pada saat pengajuan pinjaman juga harus hadir, bila tidak maka SPP nya tidak disetujui.
Tidak hanya sampai disitu, proses musyawarahpun ditingkatkan kualitasnya. “Anggota kelompok 394 ini rumahnya berdekatan bahkan banyak juga yang masih saudara. Sehingga diantara kita itu sudah saling tahu kondisi anggota. Makanya kalau ada yang mengajukan pinjaman terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan kondisinya akan diingatkan dalam musyawarah. Jadi sebelum diingatkan saat musyawarah, anggota sudah sadar dan bisa mengukur kemampuannya sendiri,” tukas Ibu Ninik.
Dengan pola itulah, sistem tanggung renteng bisa berjalan sebagaimana mestinya. Resiko terjadinya TR juga bisa dihindari kelompok 394. Tak mengherankan bila tabungan kelompok sebagai dana cadangan untuk penanggulangan TR tidak pernah terpakai. Sehingga kini tabungan kelompok itupun bisa terkumpul hingga Rp 26 juta. Dari dana itu pula akhirnya disepakati untuk diambil sebagian untuk mengadakan halal bi halal.
“Sebetulnya kita ingin mengadakan rekreasi bersama dengan menggunakan dana tabungan kelompok tersebut. Tapi nampaknya sulit mencari waktu agar semua anggota bisa ikut. Akhirnya dengan moment lebaran ini kita sepakat untuk mengadakan halal bi halal yang diharapkan semua anggota bisa ikut dan akan bisa merekatkan tali silahturahmi diantara anggota. Sekitar Rp 5 juta an dana tabungan kelompok yang kita pakai untuk acara ini. Dan nampaknya semua anggota merasa senang walaupun ada 10 anggota yang tidak bisa ikut,” papar Ibu Ninik.
Kelompok 394 kini beranggotakan 39 orang dengan tingkat kehadiran rata – rata dalam pertemuan kelompok sekitar 70 %. Setiap bulan mereka menyisihkan dananya untuk tabungan kelompok sebesar Rp 10 ribu per anggota. Sayangnya dalam acara halal bi halal tersebut tidak semua anggota bisa hadir. Tapi kepada PJ, semuanya menyatakan ingin hadir cuma terhalang oleh keperluan yang lebih penting.
Tapi yang jelas, pada acara yang digelar di RM Nur Pacifik itu telah membuat anggota bergembira. Diantaranya ada yang mengajak putra – putrinya bahkan juga nampak para suami yang ikut hadir diruangan itu. Setelah makan, ibu-ibu semakin heboh. Diantaranya ada yang unjuk kebolehan dalam bernyanyi dan berjoget. Apalagi begitu lagu riang diperdengarkan, hampir semua anggota turun melantai. Lampupun menjadi temaram berganti dengan sorot lampu warna-warni bagaikan ruang diskotik. (gt)