Pertemuan kelompok hanya dihadiri PJ I dan PPL

Pertemuan kelomok memang dijadwalkan pada 8 Juni. Tapi ternyata pada 6 Juni, pembayaran kewajiban secara kelompok sudah lengkap. Itulah kelompok 277 yang berbasis di Perumahan IKIP. Berikut dinamikannya ditengah Pandemi Covid -19.

Siang itu, disalah satu meja Pujasera hanya terlihat Ibu Sunarsih selaku PJ 1 kelompok 277 dan Ibu Niken selaku PPL. Didepan mereka berdua terlihat lembaran-lembaran berkas layaknya sebuah pertemuan kelompok. Memang sebetulnya mereka berdua saat itu sedang melaksanakan pertemuan kelompok 277 yang telah dijadwakan pada 8 Juni.

Meski saat itu agendanya pertemuan kelompok, tapi tidak nampak satupun anggota yang hadir. Didepan mereka juga tidak nampak adanya tumpukan uang dari pembayaran kewajiban anggotanya. Apalagi agenda pembacaan notulen hingga musyawarah sebagaimana proses pertemuan kelompok tanggung renteng layaknya.

“Pertemuan kelompok yang sebenarnya itu sudah kita lakukan kemarin dengan menggunakan media group WA. Bahkan kalau untuk pembayaran kewajiban sudah lengkap sejak tanggal 6 Juni lalu. Sebenarnya saya takut kalau membawa uang anggota lama-lama, makanya saya langsung transfer ke koperasi sebelum pertemuan kelompok,” tukas Ibu Sunarsih, PJ 1 kelompok 277.

Disampaikan lebih lanjut, untuk tagihan kelompok sudah diambil pada akhir bulan. Kemudian disalin ke kitir  untuk disebarkan ke masing-masing anggota melalui WA. Berdasarkan yang tertera di kitir itulah kemudian masing-masing anggota mentransfer pembayaran kewajibannya kepada PJ. Ternyata anggota juga tidak ingin berlama-lama dalam menuntaskan kewajibannya. Sehingga sebelum tanggal 6 Juni, semua pembayaran kewajiban anggota telah lengkap.

Melalui group WA pula disampaikan pemberitahuan anggota yang sudah membayar. Untuk anggota yang sudah membayar kewajibannya ditandai dengan “centang” dalam daftar nama anggota. Sehingga semua anggota juga tahu siapa saja yang belum membayar. Hal tersebut dilakukan, sekaligus untuk mengingatkan. Terbukti, anggota yang namanya belum di centang akhirnya segera mentransfer kewajibannya.

“Melalui group WA juga saya  sampaikan bahwa tanggal 7, semua anggota harus online untuk pertemuan kelompok. Termasuk didalamnya ada PPL. Saya sengaja tidak menggunakan zoom, karena dengan WA itulah, semua yang dibahas di pertemuan kelompok bisa tercatat dan terdokumentasi. Termasuk didalamnya musyawarah SPP dan pengarahan PPL,” ujar Ibu Sunarsih.

Setelah pertemuan secara online itu, satu per satu anggota datang kerumah Ibu Sunarsih untuk bertanda tangan. Semua berkas mulai dari tagihan, konfirmasi hingga SPP harus ditandatangani anggota. Proses ini memang harus tetap dijalani sebagai bentuk kontrol antara yang dibayarkan dan yang tercatat. Selain itu tanda tangan juga sebagai bukti persetujuan pada yang mengajukan pinjaman. Setelah tanda tangan, anggota langsung pulang sehingga tidak sampai terjadi kerumunan.

Untuk datang ke rumah Ibu Sunarsih memang tidak butuh waktu lama. Karena sebagian besar anggota tinggal dalam satu perumahan. “Dulu awalnya anggota kelompok 277 itu hanya di Perumahan IKIP. Kemudian ada beberapa yang pindah tapi kebanyakan masih disekitar Gunung Anyar. Ada juga sih.. yang pindah keluar kota tapi tidak banyak. Diantaranya Ibu Nur yang kini tinggal di Ponorogo, sampai kini beliaunya masih aktif dikelompok. Tapi dimasa pandemi covid ini beliaunya tidak bisa datang,” ungkap Ibu Sunarsih.

Disampaikan juga, pada pertemuan kelompok bulan Juni ini tercatat ada 5 anggota yang mengajukan SPP dan semuanya tidak ada potong pinjaman. Khusus untuk Ibu Nur, SPP-nya dikirimkan lebih dahulu lewat paket. Kemudian dikembalikan ke Ibu PJ 1 dilengkapi pula dengan surat kuasa kepada Ibu PJ 1 untuk menanda tangani SPH. Sedangkan pinjaman ditransfer langsung ke rekening Ibu Nur. Untuk penanda tanganan SPH semua anggota ini memang dikuasakan kepada PJ. Dengan demikian di Kantor Kopwan SBW tidak sampai terjadi kerumunan orang.

Menurut Ibu Sunarsih, kelompoknya tidak ada masalah dalam hal pembayaran kewajiban walaupun dimasa pandemi covid. Bahkan untuk pembayaran kewajiban telah bisa dilengkapi sebelum tanggal pertemuan kelompok dengan cara transfer. Tapi bukan berarti anggota kelompok ini tidak ada yang terkena dampak pandemi.

Dicontohkan Ibu Sulis dan Ibu Yayuk yang bergerak dalam usaha catering. Dimasa pandemi covid ini semua pemesanan dibatalkan. Sehingga bisa dikatakan omsetnya turun sampai 100%. Tapi keduanya tidak putus asa, kini usaha catering mereka dialihkan untuk layanan rumahan. Meskipun keduanya sangat terdampak covid, namun untuk pembayaran kewajiban ke SBW tetap diutamakan. Bagi mereka, menjaga kepercayaan teman-teman dikelompok adalah yang utama. Sehingga eksistensi kelompok juga tetap terpelihara. Dengan demikian pelayanan hak-hak anggota dikelompok ini tetap bisa berjalan. (gt)