Seputar SBW 5a

Sebuah perjalanan memang tidak selalu mulus. Seperti juga kelompok anggota Kopwan SBW dengan system tanggung renteng. Itulah sebabnya, di Kopwan SBW dikenal dengan pendampingan yang harus tuntas dikelompok. Sekecil apapun persoalan harus dituntaskan pada saat pertemuan kelompok. Bila tidak, maka persoalan kecil itupun akan menjadi besar.

Itulah sebabnya disamping PPL sebagai pendamping, peranan PJ juga sangat menentukan perjalanan sebuah kelompok. “Semakin solid sebuah kelompok, menunjukan semakin tinggi nilai kepemimpinan dikelompok tersebut. Sebaliknya bila semakin sulit sebuah kelompok berarti ada masalah dalam kepemimpinannya,”ungkap Bapak Agus Irawan dari Puskowanjati dalam paparanya bertema Kepemimpinan Berintegritas.

Masalah kepemimpinan ini sengaja diangkat dalam agenda temu PJ yang diselenggarakan pada 20-21 Oktober lalu. Hal ini terkait dengan upaya menambah wawasan PJ sebagai kader kepemimpinan di Kopwan SBW. Karena dalam setahun kedepan, akan ada suksesi kepemimpinan di Kopwan SBW. Dimana Pengurus dan Pengawas akan habis masa bhaktinya pada 2016 dan akan dilakukan proses pemilihan pada Pebruari 2017 melalui RAT.

Pada pembukaan temu PJ tersebut, Ibu Indri selaku Ketua I Kopwan SBW menyampaikan bahwa koperasi memang berkewajiban untuk memberikan pembelajaran pada anggotanya. Proses pembelajaran ini merupakan bentuk investasi SDM koperasi yang harus dilakukan walaupun hal itu mahal.

“Investasi SDM itu memang mahal. Contohnya anggota yang usia keanggotaannya 10 tahun bahkan lebih maka berarti selama itu pula investasi telah dilakukan dalam bentuk berbagai kegiatan. Ada yang berupa pelatihan, pendampingan dikelompok bahkan sampai melibatkan dalam berbagai kepanitiaan. Bagi anggota mamang tidak terasa, tapi tahu-tahu kini ia telah berani mengemukakan pendapat dalam forum dan mempunyai ketrampilan dalam mengambil keputusan. Tahu-tahu kini ia bisa berbagai ketrampilan dan semua itu tanpa terasa telah menunjang kehidupannya,” ujar Ibu Indri dalam kata sambutannya.

Dari proses pembelajaran itulah lanjutnya akan muncul kader-kader kepemimpinan. Dimana kader-kader ini diantaranya akan menduduki posisi kepemimpinan. Baik itu di kelompoknya atau kemudian menjadi PPL bahkan menduduki posisi Pengurus dan Pengawas.

Dikelompok, PJ merupakan anggota terpilih. Ia dianggap sebagai anggota yang punya kemampuan lebih. Sebagai orang terpilih, kemampuan itupun akan teruji selama perjalanan kelompoknya. Tentu saja dalam perjalanan itu, Kopwan SBW tidak melepas begitu saja. Pembekalan pada PJ sebagai pemimpin dikelompok sering dilakukan. Diantaranya temu PJ yang menghadirkan Bapak Agus dan Bapak Teddy dari Puskowanjati.

Pada kesempatan tersebut, Bapak Agus mengemukakan, inti dari kepemimpinan PJ adalah kemampuan untuk menggerakkan kelompoknya. PJ dalam kepemimpinan dikelompok harus berpedoman pada aturan atau system. Dalam menyelesaikan masalah dikelompok, PJ harus bisa mengajak semua anggota untuk bersama-sama melihat aturan atau system yang berlaku. Sehingga PJ tidak dilihat sebagai pimpinan yang kejam dan sewenang-wenang tapi sebagai pimpinan yang tegas dan taat aturan.

“Pemimpin itu harus bisa melihat secara menyeluruh. Dalam menyelesaikan masalah tidak hanya terfocus pada satu aspek saja tapi dari berbagai aspek. Sehingga dalam menyelesaikan masalah tidak justru menimbulkan masalah baru. Disamping itu dalam menyelesaikan masalah harus didasarkan pada tata aturan yang ada dan itulah yang dinamakan tegas. Tentu beda dengan kepemimpinan yang keras. Karena kepemimpinan yang keras lebih didasarkan pada emosi,”tukas Bapak Agus.

Disampaikan juga, organisasi itu merupakan bentuk kerjasama dari orang-orang yang terlibat didalamnya untuk mencapai tujuan bersama. Seperti juga Kopwan SBW, sebagai organisasi harus mempunyai system yang menjamin adanya kerjasama antar orang-orang yang ada didalamnya. Jadi SBW ini merupakan alat untuk mencapai tujuan bersama yaitu kesejahteraan.  Kesejahteraan itu sendiri berarti tercukupinya kebutuhan jasmani dan rohani.

Lebih lanjut disampaikan, ketika pertama kali menjadi anggota SBW, tentu sikap dan perilakunya berbeda. Tapi dalam perjalanan penerapan system, akhirnya semua berproses untuk mempunyai standar sikap dan perilaku yang sama. Proses dalam system inilah yang menjadi alat pembiasaan yang kemudian berkembang menjadi budaya. Dengan budaya itu pula yang akan membuat organisasi bernama Kopwan SBW ini sebagai organisasi yang berkarakter dengan tujuan yang jelas.

Sementara itu Bapak Teddy dalam paparannya memulai dengan menampilkan gambar kepala harimau.  Dalam hal ini peserta pelatihan diminta menghitung jumlah kepala harimau tersebut. Ternyata jawaban yang muncul juga beragam. Dari situ Bapak Teddy ingin memberikan gambaran bahwa seorang pemimpin dalam melihat segala sesuatu haruslah jeli dan teliti.

Pada kesempatan tersebut, Bapak Teddy juga memberikan gambaran perbedaan antara pemimpin dan bos. Dikatakannya kalau pemimpin bersifat bos maka ia akan suka memerintah. Tapi kalau pemimpin yang berjiwa pemimpin maka ia akan lebih suka mengajak bahkan turut serta dalam upaya pencapaian tujuan bersama.

Disampaikan juga bahwa seorang pemimpin membutuhkan kharisma. Tanpa kharisma ia akan sulit melaksanakan fungsi kepemimpinanya. Dicontohkannya ketika PJ melakukan pendomplengan, maka sebetulnya saat itu pula kharismanya turun. Dengan demikian maka kepemimpinannya tidak akan berjalan efektif. Kelompokpun menjadi bermasalah. (gt)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.