wanita-pengusaha-web

Teknik sipil, itulah bidang keilmuan yang ditempuhnya. Tapi usaha yang kemudian ditekuninya hingga sekarang justru dibidang kecantikan. Walaupun kini juga terjun sebagai kontraktor. Dialah Ibu Dini Martini anggota kelompok 008.

Mencari klinik kecantikan Nadira di komplek pertokoan Rungkut Mega Raya tidaklah sulit. Cukup bertanya pada Satpam, maka akan ditunjukan tempatnya. Disamping itu, posisi Klinik Kecantikan Nadira memang mudah ditemukan. Karena letaknya diujung, dekat dengan pintu masuk komplek ruko tersebut dari arah Kedung Baruk.

Klinik kecantikan ini bisa dikenali dari tulisan Nadira yang tertempel dipintu kacanya. Meski pintunya kaca, tapi aktivitas didalamnya tidak nampak dari luar. Tapi begitu masuk, langsung disambut sapaan ramah oleh bagian reception. Dilantai satu itu, nampak berjajar perlengkapan layaknya sebuah salon kecantikan. Sementara berbagai perlengkapan perawatan kecantikan ada di lantai dua.

Memang klinik kecantikan Nadira ini merupakan pengembangan dari sebuah salon kecantikan. “Pada 2004 saya ditawari oleh tetangga di Pondok Nirwana untuk membeli usaha salon kecantikannya. Saya melihat usaha ini memang punya prospek bagus, makanya saya terima tawaran itu dan saya ambil alih termasuk dua karyawannya,” tukas Ibu Dini mengenang kembali awal usahanya dibidang kecantikan.

Waktu terus bergulir dan usaha salon kecantikannya terus berkembang. Tapi nampaknya Ibu Dini tidak cukup puas melihat perkembangan salon kecantikannya. “Kalau salon kecantikan, ya… begitu-begitu saja perkembangannya. Saya ingin usaha ini berkembang lebih besar lagi. Dari situ muncullah ide untuk mengembangkanya menjadi klinik kecantikan. Sebagai konsekuensinya maka juga harus ada dokter dan apoteker,” papar Ibu dari 3 putra ini.

Nampaknya pilihan usaha tersebut tidaklah salah. Terbukti klinik dengan nama Nadira itupun terus berkembang. Seiring dengan itu, rumah yang digunakan sebagai tempat usaha sudah dianggap tidak memadai lagi. Sehingga pada 2013 diputuskan untuk pindah ke komplek pertokoan Rungkut Mega Raya.

Digedung berlantai tiga itu pula ide usah terus berkembang. Sampai suatu ketika ada tawaran dari seorang teman untuk mengerjakan sebuah proyek pengadaan dari Pertamina. Tawaran itupun tidak disia-siakannya. Tepatnya tahun 2014, profesi sebagai kontraktorpun dilakoninya. Memang dalam usaha-usaha tersebut, Ibu Dini tidak lepas dari peran adik perempuannya.

Sinergi dua bersaudara dalam berbisnis ini memang tampak nyata. Mereka berdua saling mengisi untuk kemajuan usahanya. “Adik saya yang sarjana pendidikan itu memang jago dalam negoisasi. Dialah ujung tombak dari pemasaran. Sedangkan saya sendiri lebih banyak focus pada menejemennya,” ujar Ibu Dini, sarjana teknik sipil Ubaya ini.

Diceritakan pula, sebetulnya naluri berbisnis itu dimulai dari usaha kecil-kecilan. “Perempuan itukan pada dasarnya senang belanja. Tapi saya justru berfikir bagaimana agar tidak hanya berbelanja tapi juga berjualan yang bisa menghasilkan. Dari situ, akhirnya saya mencoba untuk berjualan pakaian. Jadi kalau ke Jakarta, saya selalu mampir ke Pasar Tanah Abang untuk kulakan. Nanti baju-baju itu saya tawarkan ke teman- teman dikantornya,” tukas Ibu Dini yang kini anak pertamanya sedang menempuh pendidikan di ITS.

Jejak bisnis pertamanya itupun masih ada hingga sekarang. Di lantai dua didepan ruang perawatan kecantikan itu bisa dilihat baju-baju model terbaru yang dipajang. Memang dengan cara itu, pangsa pasarnya juga terbatas yaitu hanya pada pelanggan yang datang ke kliniknya saja. Pendek kata hingga sekarang, mulai baju, kecantikan hingga kontraktor dijalaninya dan semua itu dioperasionalkan dari komplek pertokoan Rungkut Mega Raya blok Q-28.

Dari usaha kecil-kecilan menjual baju, kemudian berkembang pada klinik kecantikan dan terahir menjadi kontraktor, tentu saja semua itu tidak selalu berjalan mulus. Tajamnya onak dan duri dalam perjalanan usaha juga dirasakannya. Bahkan diantaranya menjadi pengalaman pahit yang selalu melekat dalam ingatannya. Tapi justru dari situlah pelajaran itu didapatnya agar bisa terus maju.

Masih lekat dalam ingatannya bagaimana ia harus menghadapi complain dari pelanggan yang mukanya memerah setelah beberapa hari melakukan perawatan di kliniknya. Meski sebetulnya hal tersebut bukan karena dampak dalam perawatan kliniknya. Tapi karena kesalahan penanganan ketika dirumah. Kendati demikian, bagi Ibu Dini pantang menyalahkan pelanggan. Karena kepuasan pelanggan adalah yang utama. Terbukti setelah dilakukan perawatan kembali, dampak itupun hilang dan akhirnya ia justru menjadi pelanggan setia.

Dipaparkan pula, bagaimana ia juga pernah mengalami tekanan tingkat tinggi sewaktu mengerjakan proyek dari PT KAI. Saat itu perusahaan Ibu Dini mendapat pekerjaan merenovasi gerbong kereta api. Tapi menjelang beberapa hari sebelum lebaran, ternyata gerbong tersebut belum selesai. Jelas saat itu, ia mendapat tekanan luar biasa dari pihak PT KAI. Karena memang gerbong tersebut akan digunakan untuk angkutan mudik.

“Kalau sudah seperti itu, kita sudah tidak lagi menghitung untung dan rugi. Bagaimanapun kita harus berupaya sebisa mungkin untuk menyelesaikannya. Karena hal itu akan terkait dengan nama baik dan kepercayaan  pada perusahaan kita. Nama baik dan kepercayaan itu memang mahal dan harus bisa dipertahankan. Alhamdulillah pekerjaan itu bisa kita selesaikan. Jalinan kerja dengan PT KAI tetap bisa berlangsung hingga kini,” tukas Ibu Dini mengenang pengalaman pahitnya dalam berbisnis.

Dari perjalanan bisnisnya itu, tentu Ibu Dini juga tidak terlepas dari permasalahan permodalan. Untuk memulai dibidang kontraktor, permodalan awalnya banyak ditopang  dari hasil klinik kecantikan. Tapi diakui juga untuk permodalan usaha-usahanya itu tidak lepas dari fasilitas pinjaman di Kopwan SBW.

Memang perencanaan keuangan dalam bisnis sangat menentukan. Termasuk kapan harus pinjam dan kapan pinjaman itu bisa didapat, semuanya harus sudah masuk dalam perencanaan. “Dikelompok, saya sering memanfaatkan SP1, SP2 dan SP3 untuk perputaran usaha saya. Namun bila ternyata fasilitas itu belum cukup maka saya ambil dari pinjaman multiguna di unit UKM SBW,” tukas Ibu Dini yang bergabung dikelompok 008 sejak 2010. Ibu Dini Martini ini tertarik menjadi anggota SBW karena melihat ibunya yang juga menjadi  PJ I kelompok 008. (gt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.