Pertemuan kelompok banyak mengalami perubahan sejak April tahun lalu karena tidak dibolehkan adanya kerumunan. Tapi kelompok 363 tetap menyelenggarakan pertemuan tanpa mengabaikan Prokes.

Terik matahari mulai terasa walau saat itu masih pukul 08.00 WIB. Namun ibu-ibu anggota kelompok 363 tetap tak bergeming. Mereka tetap sibuk mencermati lembar-lembar kertas yang ada dihadapannya. Setidaknya saat itu terlihat 5 anggota yang rela berpanas-panas dibawah terik matahari di halaman rumah salah satu anggota di Semolowaru Indah.

“Sejak pandemi tahun lalu, kita mengadakan pertemuan di halaman rumah sambil berpanas-panas. Tapi yang hadir juga tidak boleh banyak-banyak. Makanya untuk pertemuan, kita bagi menjadi 4 sesi dan dimulai setengah 8 pagi. Jadi protokol kesehatan tetap kita terapkan,” tukas Ibu Heny, PJ I kelompok 363 yang beranggotakan 37 orang.

Seperti pada pertemuan 7 Maret lalu, nampak anggota yang hadir tidak lebih dari sepuluh orang. Semuanya mengenakan masker dan menjaga jarak. Setiap yang baru datang lansung mencuci tangan ditempat yang telah disediakan. Digarasi rumah itu, disediakan satu meja dan 5 kursi. Ditempat yang terkena paparan langsung sinar matahari itulah Ibu Liek, PJ II membantu anggotanya untuk menyelesaikan administrasi kelompok.

“Sebetulnya setiap anggota yang datang bisa langsung pulang setelah menyelesaikan kewajibannya bertanda tangan. Tapi biasanya tidak semua mau langsung pulang. Mereka masih duduk-duduk dulu. Untuk itulah, setiap sesi kita kasih kesempatan setengah jam, setelah itu mereka harus meninggalkan tempat,” tandas Ibu Heny.

Dipaparkan lebih lanjut, untuk sesi pertama dikhususkan bagi anggota yang akan SPP. Sehingga SPP bisa ditanda tangani oleh semua anggota yang hadir dipertemuan. Memang pada pertemuan tersebut, anggota hanya datang untuk bertanda tangan. Karena pembayaran kewajiban dan musyawarah telah dilakukan pada hari sebelum pertemuan.

“Sebelumnya, kitir pembayaran sudah saya share di group WA. Jadi anggota tinggal transfer sesuai yang ada di kitir. Begitu pula dengan anggota yang mengajukan pinjaman, SPP nya juga saya share. Melalui group WA pula, anggota memberikan pendapatnya untuk setuju atau tidak terkait dengan SPP tersebut. Makanya pas waktu pertemuan, anggota tinggal tanda tangan saja,” ujar Ibu Heny.

Ditambahkan oleh Ibu Yuli Widayanti selaku PPL yang membina kelompok 363, untuk musyawarah, baru bisa dimulai bila yang menyatakan hadir 50% plus 1. Tapi biasanya yang menyatakan hadir itu hampir semuanya. Sedangkan untuk yang hadir di pertemuan di rumah Ibu PJ I ini rata-rata 70% atau sekitar 25 anggota.

Tak mengherankan bila kesibukan yang terlihat saat pertemuan di rumah Ibu Heny tersebut hanya bertanda tangan. Ada beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh anggota saat itu selain tanda tangan persetujuan SPP. Diantaranya anggota menandatangani daftar hadir. Disamping itu anggota juga melakukan pengecekan serta menandatangani lembar tagihan ataupun konfirmasi bila antara yang dibayarkan dan yang tercatat sudah benar. Untuk hal tersebut, anggota dibimbing oleh Ibu Liek selaku PJ II.

Selain PJ I dan PJ II yang didampingi PPL, ada Ibu Herdian yang berada ditempat hingga pertemuan usai. “Di kelompok kita ini juga ada wajib beli dan Ibu Herdian ini yang  jualan. Namun dari setiap item barang yang dijualnya akan dipotong Rp 1.000,- untuk dimasukkan simpanan kelompok. Dari pemotongan tersebut, setiap bulan rata-rata mendapat Rp50.000,-,” ungkap Ibu Heny.

Selain mendapat pemasukan dari hasil jualan tersebut, simpanan kelompok juga mendapat dari pemotongan arisan. Setiap anggota yang mendapat arisan sebesar Rp 3,7 juta itu akan dipotong Rp100 ribu untuk simpanan kelompok. Sementara simpanan kelompok sendiri dikenakan Rp40 ribu per anggota. Namun yang Rp10.000,- digunakan untuk tabungan wisata. Begitu pula dengan pemotongan arisan sebesar Rp100 ribu dan pemotongan hasil jualan yang rata-rata Rp 50 ribu. Tak mengherankan bila tabungan kelompok 363 saat ini mencapai kurang lebih Rp 57 juta.

Padahal simpanan kelompok tersebut, sudah pernah dipakai untuk menutup TR salah satu anggotanya. Anggota tersebut mengundurkan diri akibat kesulitan ekonomi dan kelompok sepakat untuk TR dengan menggunakan simpanan kelompok. Sampai kini, setiap bulan anggota tersebut mengembalikan simpanan kelompok sesuai dengan kemampuannya.

Nampaknya menjaga kepercayaan telah menjadi komitmen bersama dari seluruh anggota kelompok 363. Hal tersebut ditandai dengan upaya masing-masing anggota untuk memenuhi apa yang menjadi kewajibannya. Termasuk yang sudah mengundurkan diripun, ia berupaya untuk tetap menjadi orang yang bisa dipercaya. Hal itu dibuktikan dengan komitmennya mengembalikan simpanan kelompok yang telah digunakan untuk TR nya. (gt)