Tidak butuh waktu lama untuk menjalankan mekanisme sistem tanggung renteng. Terbukti kelompok 279 hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk menjalankannya secara rinci. Seperti pada pertemuan kelompok bulan Maret lalu.
Sesuai dengan jadwal, pertemuanpun langsung dimulai begitu jarum jam dinding menunjuk angka sepuluh. Ibu Erna selaku PJ 1 mulai membuka acara yang kemudian diserahkan kepada Ibu Eko untuk membacakan notulen bulan lalu.
Menyimak notulen yang dibacakan, pikiranpun seakan menyaksikan kembali pertemuan kelompok bulan lalu. Semua tercatat dengan rinci, mulai dari siapa saja yang mengajukan pinjaman (SPP) hingga yang potong pinjaman (PP). Bahkan hasil Rapat Anggota juga disampaikan secara rinci. Mulai dari berapa capaian omset, asset hingga SHU, semuanya tercatat dalam notulen kelompok.
“Ibu-ibu… bagaimana notulennya ? apakah ada yang perlu dikoreksi,” tukas Ibu Niken selaku PPL mencoba membantu mengingatkan anggota yang hadir. “Ada bu… SPP saya tidak sesuai,” tukas salah satu anggota yang mengoreksi kesalahan tulis dinotulen. Ibu Niken juga melakukan koreksi terhadap pengumuman yang disampaikan bulan lalu.
Memang begitulah seharusnya, notulen dibacakan untuk dikoreksi, diingat dan dijadikan catatan. Karena notulen merupakan catatan sejarah kelompok yang akan menjadi rujukan fakta ketika kelompok mengalami masalah.
Tak kalah rinci, Ibu Erna selaku PJ I juga memaparkan kondisi keuangan kelompok 279. Berapa jumlah tabungan kelompok saat itu hingga berapa DKA yang harus dibayar anggota pada bulan tersebut juga dibacakannya. Bahkan dibacakan pula berapa angsuran masing-masing anggota. Tak ketinggalan, disampaikan juga tentang tambahan angsuran, simpanan wajib insidentil dan simpanan sukarela yang telah dibayarkan anggota.
Dengan pembacaan teresebut, masing-masing anggota bisa melakukan koreksi untuk menjaga rasa saling percaya dikelompok. Apalagi juga ditunjang dengan dibagikannya copy lembar konfirmasi kepada masing-masing anggota. “Apakah ada yang belum saya sebutkan atau ada yang tidak sesuai ?” tukas Ibu Erna untuk meyakinkan bahwa yang disampaikan sudah benar dan sesuai dengan catatan anggota.
Pada kesempatan tersebut, juga diingatkan kepada setiap anggota untuk bertanda tangan pada lembar setoran dan konfirmasi. Tanda tangan itu sebagai bukti bahwa yang tertera pada lembar tersebut sudah sesuai dengan yang dibayarkan anggota.
Setelah memastikan tidak ada yang perlu dikoreksi, PJ I akhirnya melanjutkan pada proses pertemuan selanjutnya. Setiap anggota yang akan mengajukan pinjaman diwajibkan untuk membaca sendiri SPP nya. Semua yang tertera dalam SPP dibacakan untuk diketahui semua anggota.
Tanpa membutuhkan waktu lama, kata “setuju” pun terucap tanpa koreksi berkepanjangan. Karena yang mengajukan pinjaman memang anggota yang bisa dipercaya. Terbukti tidak ada catatan kondite jelek terhadap anggota tersebut. Kendati demikian, PJ I tetap menanyakan kepada anggota tentang catatan kehadirannya. Anggotapun secara serempak memberikan kesaksian bahwa yang bersangkutan termasuk anggota aktif.
Proses musyawarah memang tidak membutuhkan waktu lama karena dilandasi rasa saling percaya. Begitu pula ketika memusyawarahkan jadwal pertemuan bulan berikutnya. Sehingga waktu yang dibutuhkan mulai dari pembukaan sampai pengambilan keputusan kelompok hanya sekitar 45 menit.
Bahkan dalam waktu satu jam, semua proses pertemuan kelompok tuntas dilaksanakan. Termasuk didalamnya kegiatan arisan logam mulia hingga pengarahan PPL. Sehingga pada pukul 11, beberapa anggota yang bekerja bisa meninggalkan tempat untuk kembali bekerja. Sementara yang lainnya terus melanjutkan bercengkrama dan bersenda gurau sesama anggota.
Pelaksanaan mekanisme sistem tanggung renteng secara rinci di kelompok 279 ini dilakukan sejak Penanggung Jawab dipegang oleh Ibu Erna. Berangkat dari pengalaman sebelumnya, ternyata banyak masalah yang muncul akibat tidak dilaksanakanya sistem tanggung renteng secara tepat. Diantaranya terjadi kasus pendomplengan yang pelakunya justru PJ sendiri.
Sejak terbongkarnya kasus tersebut, anggota sepakat memilih Ibu Erna sebagai PJ I. Karena tidak ingin kasus tersebut terulang, seluruh anggotapun bersepakat untuk menjalankan sistem tanggung renteng secara sungguh-sungguh. Kini kelompok 279 telah merasakan buah kedisiplinan dimana proses pertemuan kelompok menjadi lebih efektif. Bahkan rasa saling percaya antar anggota terbangun kembali, karena adanya transpransi (keterbukaan) yang dibangun oleh PJ nya.
Saat ini kelompok 279 telah beranggotakan 32 orang yang kebanyakan bertempat tinggal dikawasan Kutisari. Pertemuanpun secara rutin diadakan dirumah Ibu Sri Pertami di Jl. Kutisari Utara III. Namun bila ada anggota baru, maka pertemuan kelompok akan diadakan dirumah anggota tersebut. Hal itu dilakukan untuk bisa lebih mengenal dan menjalin kedekatan dengan anggota baru tersebut. (gt)