Sepuluh tahun bukan waktu yang pendek. Tapi itulah waktu yang telah dijalani kelompok 460 untuk menanggung TR. Pertemuan pada 11 Januari 2018 menjadi moment bersejarah bagi kelompok 460 yang telah terbebas dari TR.
Tahun terus berganti. Bukan pula tanpa terasa, bila kemudian waktu telah berlalu selama 10 tahun. Karena sepanjang waktu itu dilalui kelompok 460 dengan beban berat yang harus ditanggungjawabi. Tidak tanggung-tanggung, anggota yang waktu itu tersisa 15 orang harus menanggung TR senilai Rp 146 juta.
Rasanya memang tidak mungkin untuk bisa menyelesaikan masalah tersebut. Tapi nyatanya beban berat tersebut bisa terselesaikan secara tuntas. Tanggal 11 Januari 2017, kelompok 460 yang kini beranggotakan 31 orang itu berhasil melepas belenggu TR. Disaat pertemuan itulah, hutang kelompok sebesar Rp 146 juta telah lunas setelah tertatih-tatih selama 10 tahun.
“Bisa apa nggak ya menyelesaikannya, karena TR itu begitu besar. Sementara anggota yang tersisa hanya 15 orang. Rasanya seperti tidak mungkin. Tapi Alhamdulillah….ternyata kita bisa. Dengan semangat kebersamaan, beban yang begitu berat bisa kita selesaikan dalam waktu 10 tahun,” ujar Ibu Suparmi PJ I kelompok 460 mengenang perjalanan berat yang telah dilalui kelompoknya.
Ungkapan rasa yang disampaikan Ibu Suparmi saat tasyakuran tersebut membuat bebarapa anggota nampak berkaca-kaca matanya. Seakan mereka melihat kembali masa-masa sulit itu. Hanya dengan rahmat Alloh, hati mereka tetap disatukan untuk menghadapi guncangan dahsyat yang menimpa kelompoknya. Sehingga beban yang begitu berat mampu mereka selesaikan dengan semangat kebersamaan.
“Alhamdulillah…ya Alloh.. atas pertolonganmu. Lindungilah kelompok kami, semoga tidak sampai terjadi lagi peristiwa yang memberatkan bagi kami ini,” do’a Ibu Suparmi mengakhiri sambutannya yang diaminkan oleh seluruh anggota pada pertemuan 11 Januari lalu. Di acara tasyakuran yang bersamaan dengan pertemuan kelompok ini juga dihadiri Pengurus dan Pengawas Kopwan SBW.
Pada kesempatan tersebut Ibu Indra, Ketua Kopwan SBW memberikan apresiasi kepada kelompok 460 sebagai kelompok Tangguh. Ditengah beban berat yang harus ditanggung, kelompok ini bisa bertahan bahkan mampu bangkit kembali. “Kalau kita ada niat baik dan ikhlas menjalani, Insya Alloh akan ada jalan untuk penyelesaian masalah walaupun itu berat. Terbukti juga, kondisi ibu-ibu ternyata lebih baik dibanding mereka yang lari dari tanggung jawab,” tukasnya.
Seperti pernah dimuat bulletin SBW edisi 2014, permasalahan di kelompok 460 berawal dari sikap PJ I kala itu yang dominan. Begitu dominanya PJ I tersebut, sampai-sampai tidak ada anggota yang berani mengkritisi keputusannya. Apa yang dikatakan PJ waktu itu, tidak ada yang berani berkata tidak. Termasuk dalam musyawarah pengajuan pinjaman.
Sebagaimana biasa terjadi, PJ yang dominan akan cenderung melakukan pendomplengan. Hal itu pula yang dilakukan PJ I kelompok 460 kala itu. Anggota yang didomplengipun semakin lama semakin banyak. Sehingga beban angsuran yang harus ditanggungnya semakin berat dan sampai akhirnya ia merasa tidak sanggup lagi menanggung. Setidaknya ketika kasus ini terungkap pada 2007, terdapat 14 anggota yang didomplengi dengan nilai sekitar Rp 43 juta.
Kondisi semakin parah, karena untuk menutup beban tersebut ia sering berbuat tidak jujur. Diantaranya dengan memanfaatkan ketidak tahuan, dan ketidak beranian anggota dalam mengungkapkan pendapat. Tidak hanya sebatas itu, iapun memanfaatkan posisinya sebagai PJ untuk menghasut anggota kelompoknya. Setidaknya saat itu ada 28 anggota yang termakan hasutannya termasuk anggota yang telah didomplenginya. Tentu saja, kelompok menjadi guncang. Setidaknya total nilai asset Kopwan SBW yang terancam saat itu hampir sebesar Rp 146 juta.
Dengan kondisi tersebut, Pengurus dibantu PPL menjalankan mandat anggota untuk mengamankan asset Kopwan SBW yang notabene asset bersama. Berbagai tindakan intervensipun diambil. Mulai dari penggantian PJ I hingga pengenaan sanksi kelompok. Diantaranya, sanksi kelompok tersebut adalah tidak bisa menerima pelayanan sebagai indikator hilangnya kepercayaan koperasi pada kelompok 460. Konsekuensi ini memang harus diterima untuk mengembalikan kepercayaan tersebut.
Dalam perjalanan 10 tahun itulah, kelompok 460 berhasil mengembalikan kepercayaan tersebut dan 11 Januari sebagai moment kemerdekaan dari TR. Memang juga tidak bisa dipungkiri, diawal kejadian ada rasa marah dan dongkol bahkan hampir putus asa. Tapi rasa tanggung jawab dan kebersamaan telah mengalahkan rasa itu semua. Lambat laun keikhlasanpun tumbuh sehingga menjadi energi dalam menyelesaikan masalah.
Para pejuang yang gigih tersebut adalah Ibu Suparmi selaku PJ I yang menggantikan PJ I yang lama dan Ibu Zarjeti selaku PJ II. Tentu saja juga tidak lepas dari dukungan 13 anggotanya yang setia dan bertanggung jawab. Anggota tersebut adalah Ibu Ammah, Ibu Hardaningsih, Ibu Sri Prasetiowati, Ibu Harisah, Almh Ibu Indah, Ibu Sri Heru, Ibu Ratna, Ibu Lilik, Ibu Sulik, Ibu Siti Nurul, Almh Ibu Suhartatik, Ibu Farina dan Ibu Mariatin. Dalam kondisi kelompok sakit, ada Ibu Amami yang rela masuk menjadi anggota baru walau harus ikut menanggung TR. Kini jumlah anggota kelompok 460 sebanyak 31 orang. (gt)