Menjahit merupakan dunia yang dikenalnya sejak kecil. Tapi kini ia justru getol mempopulerkan rengginang yang dulu hanya dikenal saat lebaran. Dialah Ibu Endah Budiarti anggota kelompok 20.

Untuk generasi sebelum tahun delapan puluhan tentu sangat mengenal jajanan yang bernama rengginang. Biasanya jajanan ini hadir dimeja tamu disaat lebaran. Untuk bisa menghadirkannya di saat lebaran itupun, membutuhkan proses yang cukup lama. Tapi itulah kesibukan yang justru menjadi keasyikan tersendiri bagi ibu-ibu dalam menyongsong lebaran.

Seiring dengan perkembangan gaya hidup, jajanan rengginang inipun lambat laun mulai menghilang. Kini kehadirannya disaat lebaran justru tergantikan dengan kue-kue kering yang lebih didominasi dengan kue berbahan mentega dan keju. Rengginangpun menjadi jajanan asing bagi anak-anak yang terlahir setelah tahun dua ribuan.

Ibu Endah Budiarti Kusumawardhani anggota kelompok 20 ini, mencoba mempopulerkan kembali rengginang. Bahkan, tidak hanya menjadi jajanan disaat lebaran, tapi juga menjadi camilan yang bisa dinikmati setiap saat. “Rengginang Mac Krezz” itulah nama produk yang dipopulerkan diawal usahanya.

“Saya itu tertarik dengan rengginang saat berlebaran di Jember. Di desa suami saya itu banyak orang membuat rengginang termasuk keluarga suami saya. Rasanya gurih dan renyah. Sehingga saat itu saya mulai berfikir untuk mengembangkannya menjadi produk usaha di Surabaya,” ungkap Ibu Endah, alumni Fak Ekonomi Ubaya angkatan 1996 ini.

Untuk merealisasi keinginannya itu, setiap dua minggu sekali Ibu Endah pulang ke Jember. Di rumah mertuanya itulah ia bersama kakak iparnya memproduksi rengginang untuk dibawa ke Surabaya. “Awalnya rengginang itu saya berikan tetangga dan teman-teman dekat. Ternyata mereka suka. Respon itulah yang membuat saya lebih bersemangat untuk menjadikannya usaha,” ujar Ibu dua putri ini.

Setelah dirasa menguasai cara pembuatan rengginang, akhirnya Ibu Endah memutuskan untuk membuat sendiri dirumahnya yang berada di Kendangsari YKP. Hal tersebut juga dilakukan demi efisiensi biaya produksi. Pada awalnya, produk tersebut juga hanya dikemas secara sederhana. Tapi seiring dengan perkembangan usaha, kemasanpun semakin cantik. Produk rengginang juga dibuat dengan aneka rasa. Ada rasa original, rasa pedas, ektra pedas dan rasa bawang.

Sebetulnya usaha inipun belum lama ditekuni. Sekitar bulan April tahun lalu, Ibu Endah mulai memasarkan produknya. Kemudian sekitar bulan Mei, ia mendapat dukungan penuh suaminya. Bahkan suaminya yang tadinya bergerak sebagai konsultan bangunan itu memanfaat jaringan kerjanya untuk pengembangan pasar.

Tak mengherankan bila intansi pemerintah yang mempunyai program UKM bisa diaksesnya dengan mudah. “Untuk urusan produksi, saya yang menangani. Sedangkan untuk pengembangan pasar ditangani langsung oleh suami saya. Termasuk menembus berbagai instansi mulai dari kecamatan, Bapemas, Dinas Koperasi, Dinas Perindag Surabaya. Sehingga kita sebagai UKM mendapat bimbingan dan program pengembangan usaha. Kita dibimbing bagaimana membuat kemasan yang bagus termasuk diikutkan dalam berbagai pameran,” ujar Ibu Endah.

Setidaknya diawal, ia mendapatkan kesempatan tampil di Car Free Day atas fasilitasi Kecamatan Tenggilis dan Dinas Koperasi Kota Surabaya. Setalah itu, pameran berskala regional dan nasional sering diikuti seiring dengan produknya yang masuk dalam kategori layak jual. Dikalangan pelaku UKM se Surabaya, ia juga semakin dikenal. Dari pegaulan antar pelaku UKM itu pula yang membuat pengetahuan dan pengalamannya terus bertambah.

“Ikut dalam pameran memang cukup significat dalam meningkatkan omset. Tapi kita tidak bisa hanya menggantungkan pemasaran dari pameran. Kita juga memasarkan melalui teman-teman sesama UKM, teman-teman kerja termasuk media online, semua kita manfaatkan,” ujar Bapak Rony, suami dari Ibu Endah.

Kini, pasangan suami istri ini tengah berupaya untuk membangun sebuah outlet di Jl Kendangsari. Ditempat itulah, akan dipajang semua produknya termasuk produk dari teman-teman UKM lainnya. Tempat tersebut akan dikembangkan dengan image pusat oleh-oleh produk unggulan Surabaya.

Selain rengginang yang kini telah dideklarasikan dengan merk “Rengginaz” itu, Ibu Endah juga membuat produk yang berbasis lukisan dikain. Bentuknyapun beragam mulai dari tas, kerudung hingga accesories untuk perempuan. Produk tersebut nampaknya tidak lepas dari apa yang pernah dipelajari sebelumnya.

“Ibu saya itu penjahit busana perempuan. Maka masalah jahit menjahit itu sudah menjadi dunia saya sejak usia sekolah. Bahkan ketika mengalami kevakuman menunggu skripsi, sayapun mengambil study fashion desaign di Arva School. Jadi dimasa kuliah itu saya sudah punya usaha khusus busana kebaya yang lagi trend saat itu. Tapi usaha itu terhenti ketika mengikuti suami yang bertugas di Banyuwangi,” ujar Ibu Endah.

Diceritakan pula, ia juga telah menjadi anggota Kopwan SBW sejak kuliah, tepatnya tahun 1999. Dari SBW pula ia pernah mengikuti pelatihan handycraf dengan instruktur Ibu Titik Winarti dari Tiara Handycraft. Bahkan ia juga termasuk anggota Forum Komunikasi Jaringan Usaha (FKJU) SBW hingga kini. Semua itu, telah menjadi modal dalam perjalanan usahanya yang kini mulai dibangkitkan kembali.

Bagi Ibu Endah, Kopwan SBW bukan sekedar tempat mencari hutangan. Tapi juga menjadi tempat menempa diri untuk menjadi pribadi yang tangguh dan kreatif. Hal tersebut tentu sangat dibutuhkan ketika merintis usaha. Karena diawal-awal usaha, tantangan yang dihadapi cukup berat.

Bersama Kopwan SBW, Ibu Endah juga merasa tidak kesulitan dalam masalah permodalan. Baginya dengan menjadi anggota SBW, Ia bisa mendapatkan tambahan modal usaha tanpa ribet dengan urusan jaminan. Tentu saja menurut Ibu Endah, masalah kepercayaan itu yang harus dijaga. Bukankah hal itu juga dibutuhkan dalam urusan bisnis. (gt)