Selama ini berkoperasi lebih pada alasan finansial. Padahal berkoperasi itu bukan sekedar untuk tujuan ekonomi tapi juga sosial dan budaya. Tujuan berkoperasi ini diantaranya bisa diwujudkan dengan sistem tanggung renteng. Demikian materi pembahasan yang diangkat dalam Diskusi PJ pada 24- 16 April lalu.
“Agenda diskusi PJ ini merupakan upaya menjalin komunikasi antara anggota denganĀ pengelola koperasinya. Harapannya dengan terjalinnya komunikasi yang intens ini akan bisa menyelesaikan banyak masalah. Diantaranya pemahaman tentang berkoperasi dan sistem tanggung renteng. Karena tanpa pemahaman yang benar maka aplikasinya juga asal saja. Akibatnya akan bermunculan masalah dikelompok,” tukas Ibu Indra, Ketua Kopwan SBW dalam sambutannya.
Dalam pembahasan ini lanjutnya, pemahaman tentang koperasi akan dipertajam lagi. Sehingga anggota punya alasan kuat dan rasional dalam berkoperasi. Dengan demikian akan menjadi kesadaran bersama untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan koperasinya. Harapannya tentu, PJ bisa dan ikut mendorong munculnya kesadaran anggota untuk bersama-sama menjaga dan mengembangkan kelompok.
Kegiatan yang terbagi dalam 6 kelas selama 3 hari ini dipandu Bapak Wusonao dan Bapak Teddy dari Puskowanjati. Dalam paparannya, Pak Wusono mengawali dengan menyodorkan berbagai permasalahan di masyarakat diantaranya masalah kemiskinan dan ketimpangan sosial. Permasalahan inipun kemudian dikaitkan dengan kehadiran koperasi sebagai jawabannya. Dimana koperasi hadir dengan tujuan mewujudkan masayarakat yang adil dan makmur.
Hal tersebut, papar Bapak Wusono lebih lanjut, seperti dilakukan Kopwan SBW dengan sistem tanggung rentengnya. Dengan sistem ini, Kopwan SBW tidak hanya menggarap sisi usaha saja tapi juga sisi manusianya. Berbagai upaya pemberdayaan dan pendidikan anggota telah dilakukan sebagai penunjang untuk mewujudkan kesejahteraan anggota.
Memang banyak lembaga yang mengaku menerapkan sistem tanggung renteng, tapi tidak selengkap yang dikerjakan SBW. Tak mengherankan hasilnya juga tidak efektif sebagai sistem pembelajaran dan pengaman asset. Pemahaman mereka tentang sistem ini masih sebatas pengelompokan anggota. Tapi bagaimana mengelola kelompok sebagaimana sistem tanggung renteng belum difahami secara benar.
Sebagaimana juga disampaikan Bapak Teddy yang berada di kelas B, ketidak efektifan sistem, karena pertemuan kelompok hanya sekedar gugur kewajiban. Padahal bila sistem ini dijalankan dengan benar akan bisa menjadi pemberlajaran bagi anggota menuju kemandirian. Ditambahkan pula, dikelompok seharusnya tidak hanya membahas masalah simpan pinjam, tapi juga barbagai peluang yang bisa dilakukan anggota. Diantaranya pengembangan peluang usaha ekonomi. (gt)