Bermodalkan Rp 300 ribu, kini beromset ratusan milyar rupiah. Itulah Kopwan Setia Bhakti Wanita. Tentu saja semua itu terjadi tidak secara instant. Melainkan melalui perjuangan panjang bahkan pengorbanan.
Sampai dengan akhir tahun 2020, Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita telah membukukan omset sebesar Rp 247,4 milyar. Sedangkan jumlah anggota tercatat 12.915 orang. Bahkan untuk capaian tahun 2019, membuat Kopwan Setia Bhakti Wanita kembali masuk dalam jajaran 100 Koperasi Besar Indonesia.
Capaian tersebut bukan terjadi secara instant. Pengorbanan dan perjuangan panjang jelas dibutuhkan untuk itu. Hal tersebut bisa dilihat dari trend perkembangan omset, asset dan jumlah anggota dari tahun ke tahun. Adakalanya pertumbuhan terjadi secara pesat tapi adakalanya melandai bahkan mengalami penurunan.
Trend kenaikan, penurunan dan melandai, tentu juga dilatarbelakangi oleh peristiwa yang terjadi, karena pengaruh internal maupun eksternal. Dinamika seperti itu wajar terjadi pada organisasi manapun tak terkecuali Kopwan SBW. Tapi apapun yang terjadi dimasa lalu akan menjadi pembelajaran berarti untuk perjalanan masa kini dan masa mendatang.
Terkait dengan itu, Bulletin SBW telah melakukan penelusuran sejarah perjalanan Kopwan SBW dengan menemui para tokohnya. “Koperasi ini dulunya hanya sekumpulan ibu-ibu arisan dari para istri pegiat sebuah organisasi,” ungkap Ibu Sri Nawangsih, yang kala itu akrab dipanggil Ibu Kadir. Ibu Sri Nawangsih ini merupakan salah satu pendiri dan Ketua pertama Kopwan SBW.
Hal sama juga disampaikan Ibu Tatiek Yudara, istri dari Bapak Yudara, notaris ternama di Surabaya kala itu. “Kita memang tergabung dalam kelompok arisan sebelum terbentuk koperasi. Setiap bulan kita kumpul dan salah satunya ada Ibu Mursia Zaafril Ilyas, istri Ginekolog ternama di Malang. Arisannya waktu itu Rp 100,- dari uang yang terkumpul itu digunakan untuk membantu anggota arisan yang membutuhkan,” paparnya.
Disampaikan lebih lanjut, Ibu Mursia Zaafril telah berhasil membentuk koperasi di Malang dengan sistem tanggung renteng. Hal itulah yang selalu disampaikannya disetiap pertemuan arisan. Walaupun kurang mendapat respon dari anggota arisan, Ibu Mursia Zaafril Ilyas tidak bosan-bosan memotivasi anggota arisan agar membentuk koperasi.
“Kurang lebih hampir satu tahun, baru kemudian muncul keiinginan membentuk koperasi. Karena memang saat itu kita tidak faham bagaimana berkoperasi dan bagaimana tanggung renteng itu. Tapi motivasi kuat saat itu, bagaimana dengan berkoperasi itu kita bisa membantu masyarakat khususnya kaum perempuan,” papar Ibu Tatiek Yudara saat ditemui dirumahnya.
Dari dorongan Ibu Zaafril Ilyas itulah, kemudian kelompok arisan ini sepakat membentuk koperasi pada 18 Januari 1978. Ada 5 orang sebagai pendirinya yaitu Ibu Mursia Zaafril Ilyas, Ibu Tatiek Yudara, Ibu Sri Suwangsih, Ibu Atmaji dan Ibu Tini Hasan. Saat pembentukan itu, berhasil terkumpul modal sebanyak Rp 300 ribu dan berkantor di garasi Ibu Tatiek Yudara.
Setelah beberapa bulan berjalan, akhirnya Kantor Departemen Koperasi Surabaya meresmikannya dengan nama Koperasi Serba Usaha (KSU) Setia Bhakti Wanita pada 30 Mei 1978. Moment inilah yang kemudian dijadikan tonggak sejarah kelahiran Kopwan Setia Bhakti Wanita yang diperingati setiap tahun.
Sebagai koperasi yang baru terbentuk, tentu tidak banyak yang kenal apalagi yang mempercayai. Padahal kepercayaan pada lembaga itu sangat dibutuhkan untuk pengembangan. Disinilah nama para pendiri dan pengurus Kopwan SBW dipertaruhkan untuk menggaet kepercayaan para kolega agar menyimpan dananya di kopersi baru ini.
Setidaknya pada tahun pertama perjalanan Kopwan SBW mampu mencatat asset sebesar Rp 10,9 juta. Dari asset tersebut tercatat modal luar sebesar Rp 7,9 juta. Termasuk didalamnya pinjaman dari Kopwan Setia Budi Wanita – Malang yang diketuai Ibu Mursia Zaafril Ilyas. Dengan asset tersebut, Kopwan SBW mampu membukukan omset sebesar Rp 15,4 juta. Suatu jumlah rupiah yang cukup besar saat itu.
Begitu pula untuk pengembangan anggota, para pengurus terjun sendiri. Teman dekat, kerabat dan perkumpulan yang ada disekitar didatangi untuk diajak membentuk kelompok. “Kebetulan saya Ketua PKK RW di Gubeng Kertajaya, sehingga saya tinggal sosialisasi pada setiap pertemuan PKK. Waktu itu untuk membentuk kelompok, cukup 10 anggota. Dan pada perkembangannya diantara anggota tersebut juga membentuk kelompok sendiri. Makanya hingga saat ini banyak anggota kelompok disekitar Gubeng,” tukas Ibu Yudara.
Pada tahun kedua, diakhir tahun 1979 jumlah anggota Kopwan SBW telah tercatat sebanyak 778 anggota. Ditahun itu pula Rapat Anggota Tahunan (RAT) pertama kali diadakan dan dilaksanakan di Balai RW Kertajaya – Surabaya.
“Karena jumlah anggota cukup banyak, sehingga untuk pelayanan, anggota sampai antri diluar rumah. Bahkan untuk kegiatan kantor tidak hanya di garasi tapi sampai menggunakan ruang tamu dan ruang makan. Akibatnya kantor notaris Pak Yudara yang justru tergusur dan pindah. Makanya ditahun 1980 itu kita menyewa gedung milik Puskowanjati di Jl. Panglima Sodirman,” papar Ibu Tatiek Yudara mengenang kondisi Kopwan SBW diawal-awal perjalanannya.
Koperasi inipun terus tumbuh dan berkembang baik jumlah anggota maupun asset dan omsetnya. Bahkan ditahun 1983, omset hampir mencapai Rp 1 milyar dengan jumlah anggota sebanyak 3.945 orang. Memang tidak bisa dipungkiri, dalam perjalanan juga terjadi pasang surut. Terkadang tumbuh pesat dalam beberapa tahun tapi adakalanya tumbuh melandai. Beberapa kali juga terjadi penurunan tapi hanya terjadi satu atau dua tahun namun setelahnya terus bertumbuh.
Gedung I
Tumbuh dan berkembangnya Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita ini seiring pula dengan tumbuhnya semangat kebersamaan dan rasa memiliki dari anggotanya. Beberapa peristiwa yang terjadi dalam perjalanan Kopwan SBW telah membuktikan hal tersebut. Disaat koperasi ini membutuhkan gedung sendiri sebagai pusat kegiatannya, anggotapun bersepakat rela tidak menerima SHU selama 5 tahun.
“Karena memang jumlah anggota kita sudah cukup banyak. Sehingga kantor di Jl Panglima Sudirman sudah tidak memadai lagi. Pada tahun 1986, kita bisa membeli lahan di Jl Jemur Andayani. Tapi untuk membangunnya, sudah tidak ada dana lagi. Masalah inilah yang kita sampaikan pada anggota saat Rapat Anggota. Anggotapun sepakat untuk tidak menerima SHU selama 5 tahun. Tapi ternyata dana itupun masih belum cukup, akhirnya oleh Bapak Rosmawi Hasan, Kakandepkop Jatim, kita difasilitasi untuk pinjam di APEGTI,” ungkap Ibu Yoos Lutfi, Ketua Kopwan SBW kala itu.
Diceritakan lebih lanjut, gedung I itupun selesai dan diresmikan pada tahun 1988. Gedung I ini diresmikan oleh bapak Bustanul Arifin, Mentri Koperasi kala itu. Disaat peresmian itulah, Bapak Bustanul Arifin menyatakan bahwa hutang kepada APEGTI dinyatakan lunas. Hal itu sebagai bentuk apresiasi kegigihan anggota untuk memiliki gedung sebagai rumah bersama keluarga besar Kopwan SBW. Hal sama juga terjadi saat pembangunan gedung II dimana anggota rela iuran Rp 16 ribu per anggota yang diangsur 5 kali.
Semangat kebersamaan dan rasa memiliki kembali diuji pada saat krisi moneter tahun 1998. Saat itu Kopwan SBW terbebani pembayaran bunga bank sebesar Rp 90 juta per bulan. Jelas hal itu akan mengguncang kondisi keuangan Kopwan SBW. “Diluar dugaan, setelah mendapat paparan tetang masalah tersebut, anggotapun sepakat menutup hutang pada bank agar tidak jadi beban. Alhamdulillah ..anggota rela urunan Rp 240 ribu yang diangsur 10 kali,” ungkap Ibu Yoos Lutfi yang menjabat sebagai Ketua sejak tahun 1981 sampai 2005.
Selama perjalanan 43 tahun, Kopwan Setia Bhakti Wanita telah mengalami pergantian kepemimpinan sebanyak 6 kali. Ketua pertama Ibu Sri Nawangsih yang menjabat pada periode 1978-1980. Kemudian digantikan Ibu Yoos Lutfi yang menjabat sebagai Ketua sejak 1981 hingga 2004. Kepemimpinanpun berganti pada Ibu Darmiati Sudjono Sadjim yang menjabat sebagai ketua mulai 2005-2013. Berlanjut pada Ibu Indri Suryani yang menjabat sebagai Ketua mulai 2014-2016. Dilanjut lagi oleh Ibu Indra Wahyuningsih mulai tahun 2017-2019. Ketua yang ke enam saat ini berada ditangan Ibu Koesoemo Wardhani yang menjabat mulai 2020-2022.
Kepemimpinan di Kopwan SBW telah silih berganti dengan gaya yang berbeda pula. Namun yang jelas selama 43 tahun, Kopwan SBW telah menerima puluhan penghargaan mulai tingkat kota Surabaya, tingkat provinsi hingga tingkat nasional. Harapannya tentu, Kopwan Setia Bhakti Wanita bisa terus berkembang sepanjang masa (gt)