Lelah sudah pasti, kurang tidur tentu saja. Bagaimana tidak, perjalanan Surabaya – Yogyakarta membutuhkan waktu 6 jam. Kemudian berlanjut hingga pukul 10 malam di pagelaran Sendratari Ramayana di Prambanan. Tidak cukup hanya itu, sebagian masih ada yang melanjutkan dengan kongkow-kongkow di Malioboro. Begitulah karyawisata anggota SBW dihari pertama pada 21 Maret lalu.
Kelelahan karena tenaga terkuras dan kurang tidur, ternyata bisa terkalahkan oleh indahnya kebersamaan. Begitu indahnya kebersamaan, seakan terasa sayang kalau hanya dilewatkan ditempat tidur hotel. Tak mengherankan, bila sampai larut malampun masih terdengar gelak tawa dari kamar hotel.
Kebersamaan ini bukan hanya indah untuk dikenang tapi juga membanggakan dan hal itu sudah terasa sejak keberangkatan. Bisa dibayangkan, ada 800 lebih ibu-ibu berkumpul di Stasiun Gubeng. Tentu saja kondisi tersebut telah menarik perhatian banyak pihak dan membuat mereka bertanya-tanya. Padahal yang berkumpul di Stasiun Gubeng pagi itu baru sekitar 8 % nya. Walaupun demikian, PT KAI harus menyediakan Kereta Api Luar Biasa (KLB) yang khusus mengangkut rombongan SBW ini.
“KLB Koperasi Setia Bhakti Wanita”, itulah tulisan yang tertera di salah satu gerbong kereta api yang berangkat dari Stasiun Gubeng menuju Stasiun Tugu Yogyakarta pada 21 Maret pukul 06.30. Tidak tanggung-tanggung lokomotif inipun menarik 10 gerbong untuk mengangkut keluarga besar SBW yang berkayawisata di Yogyakarta. Pendek kata, saat itu kereta api serasa milik keluarga besar Setia Bhakti Wanita.
Enam jam diatas kereta, seakan tidak terasa. Karena selama perjalanan itu, diisi dengan canda tawa. Bahkan diantaranya ada yang berjalan-jalan lintas gerbong untuk menemui teman dan sekedar bercanda. Sesampainya di Stasiun Tugu, rombongan disambut 16 unit bus yang mengantarkan ke West like untuk makan siang. Sebuah tempat makan yang cukup luas dengan pemandangan danau buatan. Setelah itu rombongan diantar ke hotel yang berada disekitar Jl Malioboro untuk istirahat sejenak.
Seakan tidak boleh berlama-lama di hotel, pada pukul lima sore rombongan sudah harus berada di bus masing-masing untuk menuju ke Prambanan. Di kawasan Candi Prambanan inilah, rombongan mendapat makan malam dan menyaksikan pertunjukan Sendratari Ramayana.
Sayangnya saat itu air dari langit mulai turun, sehingga tidak bisa merasakan nikmatnya makan malam ditempat terbuka. Semua berebut untuk bisa bernaung di tenda yang sudah disediakan. Walaupun tenda yang dipasang cukup luas, tapi hal itu seakan belum mampu menampung semua rombongan.
Hujanpun seakan tidak mau kompromi, sampai pertunjukan akan dimulai, hujan tidak berhenti. Akibatnya jam pertunjukan diundur menunggu hujan agak reda. Ketika hujan mulai rintik-rintik, rombongan mulai mengisi tribun. “Kalau dirumah ada anak atau cucu hujan-hujan kita marah-marah. Sekarang disini, malam hari lagi kita justru hujan-hujan,” celetuk salah satu anggota yang disambut tawa sekitarnya.
Tapi justru disitulah keseruannya. Hujan-hujan dimalam hari nonton sendratari. Dibawah payung, rasa kebersamaanpun semakin lekat terasa. Keseruanpun terus berlanjut begitu bunyi gamelan mulai terdengar. Tokoh-tokoh dalam Sendratari Ramayana tersebut mulai muncul memainkan perannya. Apalagi ketika para tokoh itu muncul dari tribun penonton. Beberapa diantara penonton berusaha mendekat dan memegang tokoh tersebut untuk mengobati rasa penasarannya. Rasa penasaranpun terobati, karena diakhir acara diberi kesempatan untuk bisa foto bareng pemeran Sendratari Ramayana.
Kalau di Prambangan terguyur hujan, beda lagi saat berada di Merapi Park. Dilokasi wisata yang baru ini, terik matahari terasa menyengat. Kendati demikian, tidak menyurutkan hasrat untuk berfoto ria dengan latar belakang icon-icon dunia. Diantaranya ada menara Eiffel, Menara Pisa, Big Ban, Jam Gadang, Kincir angin Holand dan lain sebagainya. Karena memang tempat ini tergolong wisata selfi. Hasrat untuk eksis dengan ber selfi pun semakin dipuaskan dengan kunjungan di De Mata dan De Arca.
Puncak dari Karyawisata ini, ketika semua anggota rombongan dibawa ke Hotel Inna Garuda Malioboro. Ditempat inilah, semua berkumpul jadi satu untuk makan malam dan gathering. Ballroom Garuda Inna pun seakan bergelora oleh menyatunya suara anggota SBW yang ikut dalam karyawisata. Tidak salah bila tema dari karyawisata ini adalah 40 tahun dalam kebersamaan SBW.
Rombongan yang terbagi dalam 16 bus, saat itu diberi kesempatan untuk berkreasi. Masing-masing berkreasi membuat yel-yel sebagai identitas kelompok bus. Saat itu keseruan penuh gelak tawa seakan memenuhi ruangan sepanjang acara. Sebelum pengumuman siapa pemenangnya, acara diisi dengan pengembangan wawasan oleh Bapak Gomang, Ketua Kadin DIY dan Ibu Bertha, mantan DPRD DIY.
Pada kesempatan tersebut, Bapak Gomang menyampaikan motivasi kewirausahaan pada anggota SBW. Diantaranya dikatakan, dalam usaha boleh gagal tapi jangan takut untuk terus mencoba dengan sebuah perencanaan yang matang. Sementara Ibu Bertha menyampaikan tentang personal building leadership. Dalam hal ini diantaranya disampaikan bagaimana menjadi pribadi yang tidak biasa dan unggul dalam prestasi. (gt)