Memasak memang menjadi keahaliannya. Membuat kue dan catering telah menjadi kesibukan setiap harinya. Dialah Ibu Nuraida anggota kelompok 362.
Bukan hal aneh bila Ibu Nuraida saat ini lebih banyak menghabiskan waktunya didapur. Karena setiap hari ia harus mamasok aneka kue basah di lapak yang berada di Delta Sari- Sidoarjo. “Adik saya itu keluar dari tempat kerjanya dan mengajak saya untuk buka usaha,” papar Ibu Nuraida.
Saat itu Ibu Nuraida sudah mulai merintis berjualan kue yang dititipkan di toko-toko yang ada disekitar rumah. Itulah sebabnya, ketika diajak adiknya buka usaha, maka ide pertama yang muncul adalah jualan kue. Ide itupun disepakati dan Perumahan Delta Sari menjadi pilihannya.
“Waktu itu sekitar tahun 2004 kita menyewa garasi untuk berjualan kue basah. Harga sewanya Rp 300 ribu per bulan. Alhamdulillah semakin hari-semakin banyak pelanggannya. Bukan hanya untuk konsumsi sendiri tapi juga ada yang kulakan untuk dijual lagi. Jam sepuluh pagi jualan kita sudah habis,” tukas Ibu Nuraida.
Tapi namanya usaha, tentu juga ada pasang surutnya. Ibu Nuraida juga mengalami hal tersebut. Bahkan jualannya pernah tidak laku sama sekali dan itu berlangsung hampir setengah bulan. Tapi kondisi tersebut tidak membuat Ibu Nuraida surut langkah. Ia dan adiknya tetap berjualan.
“Saat itu saya baru sadar, bahwa ada yang jahil atas usaha kita. Karena ada yang mengatakan bahwa kita berjualan dibawah barongan (rumpun bambu-red). Jadi tempat jualan kita itu seakan tidak terlihat orang yang akan beli. Tapi Alhamdulillah setelah itu normal kembali,” ujarnya.
Dipaparkan juga, sampai saat ini pesanan kue sudah kemana-mana. Bahkan ketan bubuknya pernah sampai ke Singapura. Hal ini wajar terjadi, karena dikawasan tersebut banyak karyawan perusahaan penerbangan. Tidak sedikit pula para pilot yang mampir dan pesan kuenya untuk dibawa terbang.
Kini Ibu Nuraida dan adiknya sudah mempunyai stand sendiri di Perumahan Delta Sari tersebut. Ragam yang dijualpun semakin banyak. Bukan hanya hasil produksi sendiri tapi juga banyak dari titipan. Ibu Nuraida sendiri, kini lebih terfocus pada produksi yang dikerjakan dirumahnya.
Dengan lebih terfocus pada produksi, ternyata membuat Ibu Nuraida semakin kreatif. Berbagai resep dicoba dan dikembangkan untuk mendapatkan produk dengan cita rasa baru. Dengan pengembangan produk tersebut, Ibu Nuraida tidak hanya berproduksi untuk lapak di Deltas Sari saja, tapi juga melayani pesanan. “Dari tempat jualan itu, banyak orang yang kemudian pesan untuk sebuah acara atau hajatan. Bahkan sering juga untuk oleh-oleh,” tukas Ibu dari 9 cucu ini.
Pesanan tidak hanya kue basah, tapi juga kue kering yang biasanya ramai menjelang lebaran. Usaha cateringnya juga tidak pernah sepi dari pesanan. “Ibu saya itu dulu usahanya catering. Makanya bagi saya usaha catering bukan hal asing. Saya sudah terbiasa masak dan suka mencoba berbagai resep. Untuk testernya itu ya…anak-anak saya. Kalau lidah mereka cocok dan mengatakan enak, maka saya yakin masakan itu enak,” ujar Ibu dari 6 anak ini.
Soal masakan memang bukan hal asing. Tapi sebetulnya, usaha pertama yang dilakoni Ibu Nuraida bukanlah usaha yang berbasis dapur, melainkan dunia kecantikan. Sejak 1984, Ibu Nuraida sudah bekerja di salon kecantikan milik salah satu peragawati ternama ditahun delapan puluhan. Dari situlah ia banyak belajar tentang tata rias dan masalah kecantikan. Ia juga belajar dengan mengikuti berbagai pelatihan kecantikan.
Bermodalkan pengalaman itulah, akhirnya Ibu Nuraida memberanikan diri untuk membuka salon kecantikan sendiri dirumahnya. Tekad itupun terwujud sekitar tahun sembilan puluhan. “Waktu itu, Dharma Wanita masih eksis. Saya sebagai istri Pegawai Pemkot Surabaya juga banyak terlibat dalam berbagai kegiatannya. Ternyata hal itu sangat menunjang pengembangan usaha saya. Banyak pejabat, istri pejabat yang meminta saya jadi juru riasnya dalam setiap kegiatan atau acara. Makanya sebagai perias, saya sampai kemana-mana tidak hanya disekitar Surabaya. Mereka cocok karena bisa tampil cantik dan percaya diri. Ditahun segitu saya sudah pasang tarif Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu per orang,” tukas Ibu yang menjadi anggota SBW sejak 1994.
Usaha salon kecantikan ini ternyata tidak selamanya berjaya. Sekitar tahun 1998, usaha salon kecantikan dan rias pengantin yang ditekuninya mengalami titik jenuh. Kondisi itu seiring dengan semakin pudarnya eksistensi Dhama Wanita.
“Saya mengalami kejenuhan juga saat itu. Karena kalau sudah ngrias, kita harus bisa bertahan berdiri berjam-jam. Selain itu jam tiga pagi sudah meninggalkan rumah dan pekerjaan ngrias sampai malam. Jadi capek sekali. Dalam kejenuhan itulah saya kembali menekuni hoby saya dalam hal memasak. Sampai akhirnya ada keinginan untuk mencoba memasarkan. Eee.. ternyata laku. Pertama yang saya jual itu donat dan akhirnya berkembang seperti sekarang ini,” ungkap Ibu Nuraida.
Walaupun sudah beralih usaha sejak 2007, tapi permintaan rias pengantin terkadang masih ada. Bahkan tidak jarang permintaan tersebut sulit untuk ditolak. “Sesekali gak apalah mengerjakan rias. Pokoknya tak sering-sering. Tenaganya juga sudah tidak seperti dulu lagi. Biasanya mereka juga tidak mau kalau yang mengerjakan asisten. Mereka inginnya saya sendiri yang mengerjakan,” tukasnya.
Kini Ibu Nuraida masih juga berangan-angan untuk membuka Cafe Aneka Rasa. Konsepnya, menu yang disajikan aneka rasa kopi dan aneka rasa kue. Soal permodalan, Ibu Nuraida tidak pernah merasa kuatir karena ada Kopwan SBW. Menurutnya, mengajukan pinjaman di Kopwan SBW sangat mudah dan jasanya juga ringan. Tapi yang menjadi persoalan bagi Ibu Nuraida adalah justru tenaganya yang kini sudah tergolong tidak muda lagi. (gt)