Memulai usaha tidak harus bermodal besar, asal jangan malas. Kalimat ini telah dibuktikan sendiri oleh Ibu Rosydah anggota kelompok 293. Pada tahun 1992, ia memulai usaha hanya dengan bermodalkan Rp 10 ribu.
Membuat roti memang bukan keahliannya. Tapi insting bisnis yang kuatlah membuat dia berhasil dalam usaha roti. “Saya itu dulunya ndak bisa membuat kue. Justru yang pinter buat kue itu suami saya. Kue kukus yang dibuatnya terlihat cantik dan enak rasanya. Dari situlah muncul ide untuk menjualnya,” ujar Ibu Rosydah mengenang awal usahanya 26 tahun lalu.
Sebelumnya Ibu Rosydah tidak tahu kalau sang suami bisa membuat kue. Ketika itu suaminya minta dibelikan telor, tepung dan bahan membuat kue lainnya. Karena ia ingin membuat kue sendiri untuk oleh-oleh sebagai pengiring pengantin. Ternyata kue buatan suami tersebut banyak menarik perhatian. Sayang, suami menolak ajakannya untuk berjualan kue.
Tapi hasrat Ibu Rosydah sudah terlanjur menggebu untuk berbisnis. Ia pun belajar dari suaminya untuk membuat kue. “Akhirnya suami saya membolehkan jualan. Saya disarankan untuk membuat otok-otok. Karena lebih mudah membuatnya. Untuk memulainyapun saya hanya butuh Rp 10 ribu. Prinsip saya pokoknya jangan malas, dengan modal kecilpun bisa jalan,” tukasnya.
Dengan bermodalkan Rp 10 ribu, Ibu Rosydah mulai membuat kue otok-otok yang dititipkan ke warung-warung disekitarnya. Waktu itu sekitar tahun 1992, Ia menjual kue otok-otok dengan harga Rp 80,- per kue. Rasanya yang enak dan harganya yang murah membuat kue otok-otok buatan Ibu Rosydah laris manis. Sehingga dalam sehari bisa membuat sampai dua kali.
Waktupun terus berjalan, kue otok-otok dan sate donat buatan Ibu Rosydah tidak hanya ada diwarung-warung. Tapi banyak juga penjual kue keliling yang mengambilnya. “Setiap hari saya bangun jam 2 malam. Setelah sholat tahajud, saya membuat otok-otok dan sate donat yang dibantu saudara-saudara saya. Sekitar jam 4 pagi, orang-orang sudah antri kulakan. Bahkan sampai ada yang titip uang agar bisa mendapat kue,” paparnya.
Tapi lama kelamaan, rutinitas tersebut membuatnya jenuh dan kelelahan. Saudara iparnyapun menyarankan agar membuat kue dengan harga lebih mahal. Saran itupun dilaksanakannya dengan melayani berbagai pesanan roti. Kebetulan Ibu Rosydah sudah pernah mengikuti berbagai kursus membuat roti.
“Teman saya itu banyak. Kalau ada teman, tetangga atau saudara yang akan punya hajad, selalu saya datangi. Waktu itukan musimnya memberi souvenir berupa piring. Saya menyarankan untuk diganti dengan kue dan itu bisa pesan ke saya. Ternyata banyak yang menerima saran saya. Waktu itu donat kentang yang menjadi andalan saya. Usaha inipun melejit. Makanya usaha ini saya namakan Rose Donuts, walaupun produknya tidak hanya donat,” ungkap ibu 3 putra ini.
Seiring perjalanan waktu, pesananpun terus meningkat. Tapi sebaliknya kue otok-otok dan sate donat untuk melayani para pedagang asongan itupun mulai ditinggalkannya. Kalau awalnya hanya donat, kini telah berkembang ke bakery dengan aneka variannya, kue kering, kue basah dan pia jawa. Bahkan ketika pindah rumah dari Dupak ke Tempel Sukorejo I, ia juga membuka toko.
“Kalau diawal-awal menerima pesanan saya selalu mintak DP. Saya terus terang pada mereka bahwa modal saya terbatas. Dari DP itulah saya bisa membeli bahan. Tapi kalau sekarang tidak pakai DP juga tidak apa-apa. Jadi kalau menurut saya itu, memulai usaha tidak selalu butuh modal besar, yang penting ada kemauan keras dan jangan malas. Insya Alloh ada hasilnya,” paparnya.
Terkait dengan permodalan usaha, Ibu Rosydah memang lebih mengutamakan modal sendiri. Baginya modal sendiri itu lebih baik walaupun kecil. Tak mengherankan, hingga kini ia tak pernah berhubungan dengan bank. Satu-satunya tempat berhutang bagi Ibu Rosydah adalah Kopwan SBW. Dimana ia mulai bergabung sebagai anggota Kopwan SBW sejak 1995.
Mesin penggiling tepung pertama yang dimiliki, merupakan hasil pinjaman SP 1 di Kopwan SBW. Kini peralatan untuk pembuatan roti boleh dibilang lengkap dan modern. Sehingga aneka kue dan bakery bisa dibuatnya. “Untuk usaha roti ini ada 10 karyawan tetap. Tapi kalau pas ramai, 5 karyawan toko saya kerahkan untuk membantu. Kalau pas ramai, omset sehari itu bisa mencapai Rp 22 juta,” ujar Ibu Rosydah.
Rose Donuts memang usaha utamanya. Tapi di Jl. Tempel Sukorejo I itu, justru usaha tokonya yang lebih menonjol. Bahkan saat ini, toko milik Ibu Rosydah itu telah berkembang tak ubahnya minimarket. Sementara untuk Rose Donut ditempatkan disalah satu sudut minimarket tersebut.
“Dulunya itu toko biasa. Tapi lama-lama capek juga melayani. Akhirnya saya beli rak-rak seperti di minimarket itu. Sehingga pembeli bisa mengambil barang sendiri. Disini itu kelebihanya, harga lebih murah dari minimarket dan barang kebutuhan sehari-hari juga lengkap. Sampai terasipun ada disini. Untuk pabrik rotinya ada dibelakang,” tukas Ibu Rosydah sambil promosi.
Ibu Rosydah juga sudah merencanakan, untuk merubah fungsi ruang disebelah tokonya. Bila modal sudah terkumpul, ia akan merubah garasi mobil itu menjadi toko rotinya. Dengan demikian Rose Donuts sebagai bisnis intinya bisa lebih menonjol. Harapannya tentu, pesanan akan semakin ramai. (gt)