DSC_4718.JPG web

Kunjungan rombongan yang dibawa Institut Menejemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) pada 10 Agustus lalu memang terasa beda. Bagaimana tidak, pemaparan profil Kopwan  SBW dilakukan dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Walaupun tidak tampak satupun bule dalam rombongan tersebut. Rombongan yang terdiri dari 28 orang itu, semuanya seperti orang Indonesia pada umumnya.

Memang yang dibawa oleh IKOPIN ini adalah peserta pelatihan Improvement of The Cooperative Supervision For Better Performance of Agricultural Cooperative. Mereka adalah pengurus koperasi dan utusan Dinas Koperasi dari 9 negara ASEAN. Mereka berasal dari Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina, Tahiland, Vietnam, dan perwakilan Indonesia. Itulah sebabnya dalam forum tersebut menggunakan bahasa Inggris sebagai sarana komunikasinya.

Kunjungan ke Kopwan SBW merupakan kelanjutan dari program pelatihan yang diselenggarakan IKOPIN di Bandung. “Kami ajak para peserta pelatihan ini ke Kopwan SBW untuk bisa melihat langsung praktik pengelolaan koperasi. Ada beberapa pertanyaan yang nantinya bisa menjadi pembelajaran bagi kami. Pertama bagaimana SBW bisa menekan NPL hingga 0 %, lalu bagaimana pula pemberdayaan anggota dan bagaimana koperasi ini bisa menjaga keberlangsungannya hingga saat ini,” tukas Ibu Yuanita, Wakil Rektor IKOPIN yang sekaligus sebagai pimpinan rombongan.

Terkait pertanyaan tersebut, Ibu Indri, Ketua I Kopwan SBW memaparkan panjang lebar tentang sejarah perkembangan SBW. Kemudian dilengkapi pula dengan sekilas tentang sistem tanggung renteng. Sebuah sistem yang mampu menekan NPL menjadi nyaris 0%. Bukan itu saja, dengan sistem tanggung renteng pula Kopwan SBW melakukan pemberdayaan dan pengembangan jumlah anggota. Bahkan eksistensi Kopwan SBW yang terjaga hingga saat ini juga merupakan hasil dari penerapan sistem tanggung renteng yang konsisten.

Tidak hanya dalam pemaparan, Ibu Indri juga mengajak peserta dari 9 negara ASEAN tersebut untuk melihat langsung aplikasi dari sistem tanggung renteng. Kebetulan saat itu di Griya Tamu, sedang berlangsung pertemuan kelompok 457. Merekapun diajak untuk melihat proses pertemuan kelompok tersebut. Dari hasil pengamatan itu pula yang kemudian dijadikan bahan dialog untuk memperkuat pemahaman tentang sistem tanggung renteng. (gt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.