Ganisa

Meski skala industri rumahan tapi kemasannya tak kalah dengan produk pabrikan. Itulah produk bumbu masak hasil olahan Ibu Lutfijah anggota kelompok 534. Produk aneka bumbu masak khas India dan Timur Tengah itu diberi merk Ganisa.

Sebagaimana wanita karier pada umumnya, Ibu Lutfijah tidak begitu ahli dalam hal memasak. Kesibukannya sebagai karyawan sebuah bank swasta, membuatnya tidak mempunyai banyak waktu untuk berada di dapur. Tapi siapa sangka, pada empat tahun terakhir justru ia tengah merintis usaha yang terkait erat dengan dapur.

“Sewaktu saya masih bekerja, saya ndak pernah masak. Biasanya dikirimi masakan oleh ibu. Dan ibu saya itu suka sekali masak. Bahkan saya juga sering membawa masakan ibu itu ke kantor. Teman-teman di kantor banyak yang suka dan terkesan dengan masakan ibu saya,” tukas Ibu Lutfijah yang akrab dipanggil Ibu Yayak ini.

Ketertarikannya pada dunia masak juga belum muncul, walaupun ia sudah mengundurkan diri sebagai karyawan bank pada tahun 2007. Karena saat itu, Ibu Yayak terus disibukkan dengan pekerjaan barunya. Ia bersama dengan suami dan seorang teman tengah merintis sebuah usaha dibidang pengadaan barang. Bahkan kesibukannya pada usaha baru tersebut semakin tinggi.

Namun intensitas pekerjaan di luar rumah itu mulai dikurangi ketika ibunya sering sakit. Sampai pada tahun 2010, adik Ibu Yayak meninggal dunia karena sakit. “Ketika adik meninggal dunia itu, ibu tidak dikasih tahu karena beliau juga sedang sakit. Tapi bagaimanapun akhirnya ibu tahu juga dan itu yang membuatnya shock berat. Kondisi kesehatannyapun terus memburuk hingga terkena stroke,” ungkap Ibu Yayak mengenang kejadian yang membuat ibunya sakit.

Sejak itulah Ibu Yayak berupaya mencari sesuatu yang bisa membuat ibunya senang. Dari berbincang dengan saudara-saudaranya, akhirnya diketahui bahwa yang bisa membuat ibunya senang adalah memasak. Sejak itulah, Ibu Yayak sering berada didapur untuk mencoba berbagai masakan. Ternyata memang betul, melihat Ibu Yayak sering berada didapur membuat sang ibu merasa senang. Bahkan seakan muncul semangat untuk bisa ikut membantu memasak.

Ibu Lutfijah

Sang Ibu yang keturunan India itu memang ahli dalam memasak berbagai masakan India dan Timur Tengah. “Kalau saya mau memasak, semua bahan saya berikan pada ibu. Kemudian ibu memilahnya sesuai dengan takaran yang dibutuhkan untuk masakan tersebut. Lalu bahan-bahan itu saya timbang dan saya catat. Lain hari saya lakukan lagi untuk jenis masakan yang sama. Ternyata takarannya itu sama. Lalu saya katakan..wah tangannya ibu itu kayak timbangan aja.. mendengar itu ibu sangat senang sekali,” ungkap Ibu Yayak yang keturunan India dan Arab ini.

Sejak itulah Ibu Yayak semakin sering melakukan uji coba berbagai masakan India dan Timur Tengah. Karena begitu seringnya membuat masakan yang sama, anak-anaknyapun sampai merasa bosan. Tapi dari situlah kemudian muncul ide membuat racikan bumbu masak yang praktis untuk digunakan. Idepun terus berkembang untuk membuat kemasannya sehingga bisa dikembangkan sebagai usaha.

“Ketika ide usaha itu saya sampaikan kepada ibu, beliau sangat senang sekali. Bahkan beliau mengatakan Insya Alloh akan berhasil. Hal inilah yang membuat semangat saya berkobar untuk merintis usaha tersebut. Pada awalnya saya buat kemasan dalam botol dengan harga Rp 10 ribu. Bumbu itu bisa untuk masak 1 kg daging,” ujar Ibu Lutfijah

Pemikiranpun terus berkembang. Produk yang telah dikemas dalam botol itupun dicoba untuk diperkenalkan pada teman dan kerabat. Ternyata sambutannya sangat positif. Apalagi mereka yang pernah merasakan masakan ibunya. Dari mereka pula akhirnya muncul ide untuk membuat kemasan lebih kecil untuk sekali masak.

Jalan usahapun seakan semakin terbuka. Sertifikat PIRT dari Dinas Kesehatan dan sertifikat halal dari MUI diperolehnya. Bahkan ia juga mendapat pembinaan langsung dari Dinas Perindustrian baik terkait dengan kemasan maupun pemasarannya. Sehingga mengemas produknya dalam bentuk sachet bisa terwujud lengkap dengan desain kemasannya.

Kini empat tahun usaha tersebut telah dirintis. Kemasan produknyapun tak kalah dengan produk pabrikan. Menjadi yang pertama dan terbaik, itulah mottonya dalam mengembangkan usaha tersebut. Menjadi yang pertama, karena memang bumbu masak India dan Timur Tengah yang dibuatnya merupakan yang pertama ada dalam kemasan praktis. Menjadi yang terbaik karena dibuat dalam takaran yang pas dengan aroma dan rasa yang begitu khas.

Memang untuk pemasaran, sampai saat ini masih terbatas karena masih lebih mengandalkan promo dari mulut ke mulut. Teman, kerabat dan relasi semasa bekerja dulu telah menjadi sasaran pemasarannya. Keterbatasan pemasaran ini juga disebabkan karena sifat produknya yang tidak tahan lama karena tidak menggunakan bahan pengawet. Produk tersebut bisa awet bila dimasukan dalam freezer. Padahal tidak semua toko mempunyai freezer.

DSC_4003 web

Untuk membantu pengembangan pasar ini, Kopwan SBW menunjuk Ibu Lutfijah untuk mengikuti Citi Microentrepreneurship Awards (CMA) di Jakarta pada Januari lalu. Sayang kriteria usaha Ibu Lutfijah tidak memenuhi ketentuan CMA sehingga tidak berhasil menggondol award. Karena kriteria untuk bisa meraih CMA, usahanya harus melibatkan masyarakat disekitarnya. Sementara usaha Ibu Lutfijah dikerjakan sendiri bersama anggota keluarganya.

Seiring dengan waktu, Ibu Lutfijah anggota kelompok 534 ini akan terus berupaya mengembangkan produknya agar bisa tahan lama. Sehingga bisa dipasarkan dengan jangkauan yang lebih luas lagi. Saat ini produknya yang telah dikemas dalam bentuk sachet adalah bumbu Gule, Gule kepala ikan, Nasi kabuli, Dalca (kare India) dan Kurma (opor India). (gt)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.