Ruang dengan ukuran 2 kali 2 meter, sebetulnya hanya layak disebut sebagai kamar. Itupun masih tergolong sempit untuk ukuran sebuah kamar tidur. Tapi bagi Ibu Mariati (46 tahun), ruang seluas itulah yang telah menjadi tempat tinggalnya selama bertahun-tahun. Untuk menuju tempat tinggal Ibu Mariati tersebut, juga harus melalui selah-selah rumah yang lebarnya tidak sampai setengah meter.

SBW peduli

Ibu Mariati ini tinggal di kawasan padat penduduk di Jl Kedondong, Surabaya bersama suami dan dua anaknya yang duduk di bangku SD dan SMP. Untuk mendapatkan tempat tinggal yang berhadapan langsung dengan kamar mandi umum itu, Ibu Mariati harus mengeluarkan biaya sewa Rp 700 ribu pertahun. Karena memang hanya itulah tempat tinggal yang harganya terjangkau penghasilan suami Ibu Mariati yang bekerja sebagai kuli bangunan.

“Sebetulnya saya ingin bekerja nyuci atau setrika, untuk membantu bapaknya. Tapi melihat kondisi saya, tidak ada yang mau menyuruh.  Kasihan katanya.  Saya itu tidak tahan panas dan sering gemeteran,” ujar Ibu Mariati yang memang mengidap penyakit tiroid mata. Bola matanya akan keluar bila mengalami ketegangan ataupun kelelahan.

Kehidupan yang tak jauh beda juga dialami Ibu Poniem yang kini berusia 72 tahun. Tubuhnya yang renta hanya bisa tergolek lemas ditempat tidur bambu beralaskan tikar disalah-satu stand PKL yang berada di Kompleks Perumahan Angkatan Laut- Kenjeran. Meski dia hidup bersama dua putranya, tapi keduanya tidak bisa diandalkan. Karena kedua putra Ibu Poniem tersebut mengalami ganguan kejiwaan.

Dengan kondisi yang demikian itu, kehidupan keluarga ini lebih banyak ditopang oleh belas kasihan warga sekitarnya. Sebelum Ibu Poniem ini sakit ia berjualan nasi pecel di Jl. Kenjeran. Melihat kondisinya yang semakin tua, salah satu warga komplek perumahan AL memberinya tempat tinggal di stand PKL miliknya. Stand itupun dimanfaatkannya untuk berjualan sekaligus tempat tinggal.

Kini tubuhnya yang renta itu, tengah digerogoti penyakit. Sudah hampir dua tahun ini ia tidak bisa lagi berjualan. Padahal dialah sebagai tulang punggung kehidupan kedua anaknya yang telah mengalami kegagalan dalam berumah tangga dan mengalami gangguan jiwa.

Ibu Mariati dan Ibu Poniem adalah sebagian dari kaum du’afa yang ada di Surabaya. Mereka ini telah diusulkan oleh kelompok anggota SBW untuk menerima santunan dari SBW Peduli. Sampai Akhir Agustus, SBW Peduli telah menyalurkan dana sebesar Rp 149,1 juta untuk 190 orang dan 16 yayasan. Rinciannya, untuk santunan kaum du’afa sebanyak 91 orang, bantuan modal sebanyak 67 orang dan untuk beasiswa sebanyak 32 anak. (gt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.