Sudah menjadi hak anggota untuk mengetahui perkembangan koperasinya. Untuk itu buku LPJ yang biasa disebut buku kuning selalu dibagikan kepada setiap kelompok, satu bulan sebelum dilangsungkannya Rapat Anggota. Dengan demikian, setiap kelompok mempunyai kesempatan untuk membahasnya pada saat pertemuan.

Tapi tidak bisa dipungkiri, banyak anggota yang justru kebingungan ketika melihat buku kuning yang ketebalannya sekitar 175 halaman. Inginnya membahas bersama seluruh anggota saat pertemuan kelompok, tapi tidak tahu apa yang perlu dibahas. Tak mengherankan, bila proses pembahasan LPJ dikelompok berlangsung cepat. Bahkan mengisi berita acarapun tanpa membuka buku LPJ.

“Gayanya kalau ditanya tetangga, jawabnya dengan bangga mau rapat, sambil menenteng buku kuning yang tebal itu. Tapi ternyata, tidak tahu apa isi buku kuning itu,” goda Bapak Didik Eko Utomo, kepada ibu-ibu PJ yang hadir dalam pelatihan memahami buku LPJ. Mendengar candaan itu, sontak ibu-ibu tertawa seakan membenarkan candaan tersebut.

Pelatihan memahami buku LPJ yang dipandu Bapak Didik, konsultan pajak SBW ini dilangsungkan selama 3 hari yang dimulai pada 21 April. Setiap hari dibagi menjadi kelas siang dan kelas pagi. Dalam hal ini, anggota diajak untuk bisa memahami neraca, PHU dan arus kas. Kemudian bagaimana melakukan cek untuk mengetahui kebenaran angka-angka yang ada di neraca, PHU dan arus kas.

“Setelah dilakukan crosscek, ternyata angka-angkanya sudah benar, berati sudah tidak ada masalah dengan laporan keuangan tersebut. Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah penilaian kinerja pengurus dalam mengelola koperasinya. Dasar penilaian ini adalah buku ijo yang berisi tentang Rencana Kerja dan Rencana Anggaran. Bila ternyata ada rencana yang tidak direalisasi atau kurang dari target, maka itulah yang perlu dipertanyakan,” papar Bapak Didik.

Lebih lanjut dikatakan, sebetulnya kalau untuk kebenaran laporan keuangan, sudah ada akuntan publik yang melakukan penilaian. Jadi tinggal disimak saja apa opini akuntan publik tersebut. Kalau memang dikatakan “wajar tanpa catatan”, berarti memang tidak ada yang perlu dipersoalkan. Bila dikatakan “dengan catatan” maka yang perlu dipertanyakan kepada pengurus adalah catatan tersebut.

Opini akuntan buplik untuk SBW selama ini selalu menyatakan “wajar dengan catatan”. Sedang tentang “catatan” itupun juga sudah dijelaskan oleh Pengurus dan anggota bisa memahami.

Disamping akuntan publik, anggota juga mempunyai wakil yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan yaitu pengawas. Pengawas ini tidak hanya melakukan pengawasan anggaran tapi juga melakukan penilaian kinerja. Dengan demikian, sebetulnya tidak perlu berlama-lama dalam Rapat Anggota. Karena pengawasan sudah dilakukan oleh pengawas, akuntan publik dan audit internal.

Perdebatan seharusnya terjadi pada saat membahas RK dan RAPB. Karena dua hal itulah yang akan menjadi acuan dalam perjalanan setahun kedepan. Berdasarkan dua hal itu pula, anggota bisa melakukan penilaian kinerja pengelola.

Pelatihan memahami LPJ yang berlangsung hingga 26 April ini sebenarnya masuk dalam agenda diskusi PJ yang sedianya diadakan 2 setahun. Diharapkan dengan meningkatnya kemampuan anggota dalam memahami LPJ, Rapat Anggota bisa berjalan lebih efektif. Disamping itu, kemampuan pengawasan terhadap pengelolaan koperasinya juga semakin meningkat kualitasnya. (gt)