Ibu Ignatia yang dikelompoknya akrab dipanggil Ibu Hendrik ini tak bisa lagi menahan tangisnya,  ketika Ibu Indri Ketua I menyampaikan sumbangan dari anggota. Ibu Hendrik yang juga PJ II kelompok 48 ini tidak menyangka kalau perhatian anggota SBW begitu besar kepadanya. “Ibu …kita sesama anggota adalah saudara dan memang begitulah koperasi. Sebagai bentuk perhatian,  saudara – saudara ibu di SBW telah menyumbang untuk ibu yang terkena musibah ini,” ujar Ibu Indri sambil memegang tangan Ibu Hendrik.

bu-Hendrik

Ibu Hendrik yang didampingi suaminya nampak terkejut ketika disampaikan bahwa sumbangan yang telah terkumpul dari anggota mencapai Rp 55 juta. Baginya nilai sumbangan itu sangat besar dan belum pernah terbayangkan sebelumnya.  Tak mengherankan bila tangisnyapun meledak tak tertahankan.  Begitu pula Ibu Indri, Ibu Imawati dan Ibu Yusi yang menyaksikan hal tersebut, nampak matanya berkaca-kaca menahan rasa haru.

Rasa haru yang dirasakan Ibu Hendrik saat itu begitu menyesakan dadanya, sehingga ia tidak bisa berkata-kata. Padahal sebelumnya Ibu Hendrik adalah aktivis sosial di kampungnya yang tentu untuk berbicara dihadapan orang banyak bukan masalah sulit. “Istri saya ini banyak terlibat dalam berbagai kegiatan mulai RT, RW, kelurahan sampai kecamatan. Tapi sekarang, dengan kondisinya seperti ini, semua itu terpaksa harus ditinggalkannya,” papar Bapak Hendrik, suami Ibu Ignatia.

Dari Bapak Hendrik pula, kejadian kecelakaan itu bisa diceritakan kembali. Disampaikannya pada 4 Juni itu, ia mengantar Ibu Ignatia ke SBW setelah dari Puskesmas. Namun perjalanan itu tidak pernah sampai ke SBW karena ia mengalami kecelakaan di pertigaan Jemursari. Sepeda motornya tergilas roda truk yang akan berbelok ke arah Jl. Jemursari. Bersama dengan sepeda motor itu kaki Ibu Ignatia ikut tergilas dan terseret hingga 5 meter.

Akibat dari kecelakaan tersebut, kaki Ibu Hendrik harus diamputasi. Awalnya dicoba untuk dipertahankan sampai di bawah lutut. Tapi kondisinya malah membusuk sehingga dilakukan amputasi lagi sampai di atas lutut.  Tidak hanya kaki, lengan tangan kirinyapun harus di pen karena ada keretakan pada tulang-tulangnya.  Dengan kondisinya itu ia harus diopname selama satu bulan lebih.

Menjelang hari raya, ia sudah diperbolehkan pulang, tapi dua hari setelah itu, ia harus masuk rumah sakit lagi. Kabar kepulangannya, membuat teman, tetangga dan kerabatnya senang dan ingin menjenguknya. Tapi justru tamu yang datang silih berganti itulah, membuat kondisi Ibu Hendrik jatuh dan harus opname lagi hingga 12 hari. Itulah sebabnya, ketika pulang ia langsung diungsikan di rumah adiknya di Jl. Jagir. Di rumah ini pula  Pengurus dan Pengawas menyerahkan sumbangan anggota pada 3 September lalu.

Ketika dikunjungi Pengurus dan Pengawas, kondisi Ibu Hendrik memang nampak sehat. Tapi dengan kondisi kaki yang telah diamputasi dan lengan tangan yang belum normal membuat Ibu Hendrik lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat tidur.  Aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya juga  masih banyak bergantung  pada suaminya. Itulah sebabnya, sejak kecelakaan itu, membuat suaminya yang bekerja sebagai pengemudi Angkot tak lagi optimal.  Padahal biaya hidup ditambah lagi biaya untuk berobat cukup tinggi. Makanya Ibu Hendrik merasa sangat terbantu dengan sumbangan anggota SBW tersebut.

Ibu Hendrik menuturkan, ia telah menjadi anggota sejak 1994. Ia diajak ibunya yang telah menjadi anggota sejak 1989.  Selama menjadi anggota, telah banyak manfaat yang dirasakan. Diantaranya pinjaman yang digunakan untuk membeli mobil angkutan kota yang menjadi andalan penghasilan suaminya hingga kini. Disamping itu buah kebersamaan dalam keluarga besar SBW juga sudah dirasakannya. (gt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.