Tak terlintas dalam pikiran Ibu Indah, kalau asap hitam yang mengepul di kawasan Kalianyar itu sebagai pertanda jago merah telah melibas kampungnya. Walaupun ia juga sudah mendengar kabar bahwa kebakaran pada 28 Oktober itu terjadi di Kalianyar. Perkiraannya justru yang terbakar adalah gedung atau perusahaan yang ada di Kalianyar. Itulah sebabnya ia tetap melanjutkan pekerjaannya yang berlokasi di Jl. Singoyudan.

Arti Kebersamaan
Satu lidi tentu tidak bisa digunakan untuk menyapu lantai. Tapi begitu lidi-lidi itu digabungkan dan diikat menjadi sebuah sapu, manfaatnya sebagai alat pembersih lantai sangat bisa dirasakan. Hal ini pula yang dirasakan Ibu Indah (klp 45) korban kebakaran.

Tapi ketika pulang kerja sekitar pukul 4 sore, ia begitu terkejut melihat keramaian akibat kebakaran itu justru berada di ujung gang tempat tinggalnya. Dia semakin shock, setelah melihat sendiri bahwa yang terbakar adalah rumah-rumah di belakang balai RW Kalianyar Wetan. Karena memang, rumahnya berada tepat di belakang balai RW itu. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena api sudah terlalu besar dan melahap semuanya. Sehingga tidak ada yang bisa diselamatkan.

“Waktu itu saya mau nekat masuk untuk bisa menyelamatkan barang-barang yang tersisa. Tapi oleh kakak saya digandoli, karena memang sudah tidak mungkin masuk. Api terlalu besar dan merambat dengan cepat. Sehingga tidak ada satupun barang yang bisa diselamatkan,” tutur Ibu Indah mengenang kejadian yang begitu menegangkan saat itu.

Akibat dari kebakaran itu, rumah tiga lantai milik Ibu Indah ludes isinya. Memang sepintas rumah di atas tanah sekitar 3 X 3 m itu seperti masih utuh. Bahkan kondisi pintu di lantai satu seperti tidak tersentuh api. Tapi lantai 2 dan 3 yang sekaligus berfungsi sebagai kamar, kondisinya hangus. Bahkan tembok dibagian belakang sampai jebol. Sehingga semua barang yang ada di dua kamar tersebut hangus.

“Rumah saya itu, yang lantai bawah untuk dapur. Sedang lantai 2 ditempati kakak dan ibu mertua saya. Saya dan suami menempati lantai 3. Kalau barang-barang yang ada di dapur masih ada yang bisa dipakai. Tapi itupun akhirnya ada yang mencurinya. Kompor misalnya yang masih bisa dipakai itu juga hilang. Sedang di lantai 2 dan 3 semuanya habis. Termasuk surat-surat penting seperti surat nikah juga ikut hangus,” papar Ibu Indah.

Dengan demikian, keluarga Ibu Indah memulai kehidupannya seperti dari nol lagi. Balai RW saat itu difungsikan sebagai tempat pengungsian bagi warga yang rumahnya habis terbakar. Termasuk keluarga Ibu Indah.  Untungnya menurut Ibu Indah, banyak pihak yang memberi perhatian. Diantaranya datang untuk memberi bantuan. Termasuk ibu-ibu pengurus Kopwan SBW yang datang menjenguknya.

“Saya sangat berterimakasih atas perhatian ibu-ibu pengurus SBW. Saya juga sangat terharu atas perhatian seluruh anggota SBW pada kami. Saya tidak menyangka kalau akan mendapat bantuan begitu besar dari SBW. Dan disinilah saya merasa begitu besar manfaatnya menjadi anggota Kopwan SBW,” tukas Ibu Indah menahan haru dengan mata berkaca-kaca.

Memang Ibu Indah telah mendapat kabar dari Ibu Taji selaku PJ dikelompoknya bahwa dia akan mendapat bantuan dari SBW. Tapi dia tidak menyangka kalau bantuan yang akan diterima cukup besar baginya. Total bantuan yang diterima Rp29,3 juta dengan rincian dari dana sosial sebesar Rp3 juta dan partisipasi anggota baik melalui kelompok maupun kotak sumbangan dikantor SBW terkumpul sebesar Rp26,3 juta. Bantuan tersebut diserahkan pada 29 Nopember oleh Ibu Rina, Bendahara I dan didampingi Ibu Esti dan Ibu Yusi selaku pengawas.

“Alhamdulillah…. saya betul-betul tidak bisa membayangkan sebelumnya kalau akan menerima bantuan sebesar itu. Bos ditempat kerja saya saja cuma bisa ngomong sabar tapi tetap marah-marah sewaktu saya masih belum bisa masuk kerja. Sekali lagi saya menyampaikan terimakasih pada seluruh anggota SBW,” pintanya.

Begitulah arti sebuah keluarga besar yang tidak tanggung-tanggung jumlahnya kini mencapai 11 ribu anggota lebih. Suatu yang kecil tapi terkumpul dari 11 ribu anggota, tentu menjadi sebuah kekuatan besar. Itulah kebersamaan yang telah terpupuk dalam keluarga besar Kopwan SBW. Semua itu menjadi lebih mudah karena sudah tertata dalam sebuah system.

Setiap kali ada anggota yang mengalami musibah bisa langsung disampaikan pada anggota melalui kelompok. Sehingga bentuk kepedulianpun bisa terhimpun dengan cepat. Seperti juga ketika ada anggota yang meninggal, hal itupun bisa langsung tersampaikan pada anggota lainnya melalui kelompok. Walaupun setiap anggota hanya membantu Rp200,- untuk setiap anggota yang meninggal, tapi karena terkumpul dari 11 ribu anggota maka hasilnyapun bisa dirasakan. Apalagi juga ditambah dari dana sosial. Begitulah indahnya kebersamaan, persoalan berat menjadi ringan karena menjadi kepedulian bersama. (gatot)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.