Seputar SBW 1 (temuwicara) web

Asset berupa lahan di Desa Pepe selalu menjadi pembahasan di setiap forum, baik itu di temu wicara maupun di rapat anggota. Seperti juga pada temu wicara yang diselenggarakan pada Nopember lalu. Tapi kali ini beda, karena informasi terkait lahan di Desa Pepe yang disampaikan Ibu Indri, Ketua I Kopwan SBW di temuwicara tersebut justru membuat lega.

“Alhamdulillah….” itulah kata yang terlontar bersamaan dengan helaan nafas panjang seakan baru terlepas dari beban berat. Setelah sekian lama menjadi bahan perdebatan, akhirnya lahan di Desa Pepe laku juga. Walaupun harganya tidak seperti yang diharapkan sejak awal yaitu Rp 310 ribu per meter. Karena memang harga tersebut dianggap terlalu mahal untuk lokasi tersebut.

“Dari sekian banyak penawaran, tapi selalu maju mundur.  Akhirnya kita ambil yang paling menarik harganya.  Pembeli tersebut sepakat dengan harga Rp 265 ribu per meter dan semua biaya terkait dengan transaksi tersebut, ditanggung pembeli. Kecuali komitmen bagi perantara sebesar 2,4 % yang tetap menjadi tanggungan kita,” papar Ibu Indri, Ketua I dihadapan peserta temuwicara yang diselenggarakan pada 17 Nopember lalu.

Walaupun asset di Desa Pepe sudah laku terjual, tapi pembahasan terkait dengan asset tersebut terus berkembang. Beberapa anggota, ada yang kemudian mengaitkannya dengan penurunan jasa. Diantaranya Ibu Dewi (klp 253) yang menurutnya hasil penjualan asset tersebut bisa menggantikan posisi dana pihak ketiga, sehingga jasa bisa diturunkan. Atau keuntungan hasil penjualan tersebut dimasukan dalam DBA masing-masing anggota secara proposional.

Sementara Ibu Surce (klp 307) menyerahkan sepenuhnya kepada pengurus dan pengawas terkait peruntukkan dana hasil penjualan asset tersebut. Dalam hal ini Ibu Surce meminta agar Pengurus maupun Pengawas membuat beberapa opsi yang bisa dipilih di rapat anggota nantinya. “Dari situ anggota akan memilih dan kemudian disempurnakan. Pokoknya koperasi bisa sukses dan anggota sejahtera.  Harapannya pinjaman pada pihak ketiga itu bisa terus menurun dan bila perlu bisa habis,” tukasnya.

Menanggapi usulan anggota terkait penggunaan dana hasil penjualan asset, Ibu Indri mengingatkan tentang keputusan Rapat Anggota pada Pebruari 2015. Bunyi keputusan tersebut adalah : Penjualan tanah di Desa Pepe Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo apabila laku, keuntungannya akan dibagikan ke anggota (perhitungannya secara proposional dari DBA). ”Jadi inilah opsinya sesuai dengan yang kita putuskan bersama,” tukas Ibu Indri.

Dipaparkan lebih lanjut, dengan terjualnya asset tersebut, asset yang bisa digunakan untuk jaminan pada pihak ketiga nilainya telah menyusut. Untuk itu diharapkan dari hasil penjualan asset tersebut diantaranya bisa dirupakan dalam bentuk asset baru. Diantaranya bisa untuk pembelian ruko yang dekat dengan kantong-kantong kelompok. Sehingga bila nanti berhubungan dengan pihak ketiga, asset yang dijadikan jaminan tidak semakin turun nilainya. “Memang nilai tanah terus naik tapi nilai bangunan akan turun. Bahkan suatu saat bisa nol. Inilah yang harus dipikirkan oleh pengurus kedepan,” ujarnya.

Pinjaman pada pihak ketiga ini memang sangat dibutuhkan lanjut Ibu Indri. Karena hal tersebut terkait dengan system plafon untuk menentukan besarnya pinjaman anggota. Ibu Indri juga menyampaikan terimakasih atas kontribusi anggota melalui DBA. Walaupun tidak bisa menutup semua kebutuhan, tapi DBA cukup membantu mengurangi pinjaman pada pihak ketiga.

Apa yang disampaikan Ibu Indri ini juga sekaligus menanggapi permintaan agar DBA dihentikan. Diantaranya disampaikan Ibu Harti (klp 100) yang usul agar DBA dihentikan sehingga anggota bisa menikmati penurunan jasa secara langsung. Disampaikan juga, DBA dulu dimaksudkan untuk mengurangi pinjaman pada pihak ketiga. Tapi beberapa tahun terakhir pinjaman pada pihak ketiga justru tidak menurun.

Masalah penurunan jasa ini memang telah disuarakan sejak temuwicara pada Juli lalu. Tapi, tuntutan tersebut nampaknya sulit untuk direalisasi, mengingat beban biaya yang semakin tinggi. Seperti yang disampaikan Ibu Yusi, Koordinator Pengawas, bahwa beban operasional semakin tahun semakin tinggi. Apalagi nanti ada biaya pajak yang dikenakan untuk PJ, tentu beban biaya bertambah lagi.

Sebelumnya Ibu Imawati, Bendahara I menyampaikan bahwa untuk transport PJ, uang pembinaan dan insentif PJ yang diterimakan setiap bulan akan terkena pajak. Namun hal tersebut tidak mengurangi hak yang diterima PJ. Karena pajak tersebut ditanggung oleh Kopwan SBW dan dimasukkan dalam biaya.

Terkait dengan pajak ini, Ibu Indri menambahkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk PJ sering dipertanyakan oleh pihak pajak. Karena memang secara global jumlahnya cukup besar dan itu setiap bulan sehingga menjadi incaran pihak pajak. Telah disampaikan pula alasan bahwa yang diterima setiap PJ itu jumlahnya jauh dari PTKP. Tapi alasan itupun tidak bisa diterima pihak pajak.

“Dari pada semakin lama semakin membesar dan itu akan menjadi beban dibelakang hari, maka lebih baik kita ikuti aturan itu. Kesalahan terhadap pajak akan beresiko sampai kedalam-dalamnya dan akan diperiksa tuntas. Bila ditemukan kesalahan maka akan dihentikan aktivitas usahanya. Tentu kita tidak ingin seperti itu. Begitu pula dengan simpanan bila jasa yang diterima setiap bulan lebih dari Rp 240 ribu maka akan dikenakan pajak,” papar Ibu Indri.

Menjelang akhir acara, Ibu Yusi selaku pengawas juga menyampaikan tentang perolehan SHU. Disampaikannya, perolehan SHU sampai akhir Oktober telah melebihi rencana SHU satu tahun. Padahal masih ada Nopember dan Desember dimana pada penghujung tahun itu juga ada PHR. Artinya akan ada peningkatan omset terkait dengan PHR. Sedangkan DBA yang terkumpul hingga akhir Oktober mencapai Rp17 milyar. (gt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.