Bagi Bu Nunuk, PJ adalah orang terpercaya dikelompok. Apalagi bila ia sudah mengemban amanah anggota kelompoknya selama 15 tahun. Itulah sebabnya, Ibu Nunuk tidak pernah membayangkan akan dikhianati oleh PJ tersebut. Akibat dari itu, uangnya sebesar Rp17 juta amblas. Padahal uang tersebut merupakan pinjaman dari Kopwan SBW dengan menggunakan fasilitas SP1, SP2 dan SP3. Artinya setiap bulan ia harus menganggarkan dana untuk angsuran tersebut.

Kelompok 291
Bukti telah banyak, bahwa pendomplengan bukan saja menggoyang stabilitas kelompok tapi juga keluarga. Kendati demikian masih saja ada kelompok yang terbelit masalah tersebut. Satu diantaranya kelompok 291.

Ternyata, Bu Nunuk tidak sendiri. Setidaknya ada 8 anggota yang mengalaminya dengan nilai bervariasi. Ada yang kena Rp 500 ribu, ada yang Rp1 juta, ada pula yang Rp 5 juta dan kerugian tertinggi adalah Bu Nunuk. Total semuanya diperkirakan mencapai Rp50 juta lebih. “Saya kira ia hanya pinjam kepada saya. Eee..nggak taunya juga pada anggota lainnya,” ujar Bu Nunuk anggota kelompok 291 ini sambil menahan geram.

Tak mengherankan, bila Bu Nunuklah yang paling bersungut-sungut diantara anggota yang jadi korban. Karena setiap bulan dia harus menyediakan dana angsuran untuk pinjaman Rp17juta. Sementara penagihan yang dilakukan pada PJ tersebut tidak selalu membuahkan hasil. Apalagi PJ tersebut juga sudah dikeluarkan dari keanggotaan. Dengan demikian beban itu menjadi tanggung jawabnya. Artinya, masalah ini jelas akan mengganggu stabilitas anggaran keluarganya. Walaupun Ibu Nunuk berusaha menutupi masalah ini dari keluarganya.

Seperti biasa, kelompok yang didalamnya terjadi kasus pendomplengan, pasti mangalami keguncangan. Karena sudah bisa dipastikan sang pendompleng akan mengalami kesulitan dalam membayar. Ibaratnya kemampuan sang pendompleng sudah besar pasak daripada tiang. Akibatnyapun sudah bisa ditebak yaitu TR berkelanjutan. Disaat seperti itulah kasusnya akan mulai terungkap karena sudah membebani seluruh anggota dalam kelompok. Masalah dengan pola inilah yang membelit kelompok 291.

Dalam kasus kelompok 291 ini modusnya, PJ waktu itu memanfaatkan data konfirmasi. Dari konfirmasi, PJ tersebut bisa memperkirakan siapa saja anggota yang sudah memenuhi syarat mengajukan SPP. Mereka inilah yang kemudian didekati sebelum hari pertemuan kelompok dilangsungkan. Sehingga saat musyawarah pengajuan pinjaman, sudah ada satu kata antara si peminjam dan si pendompleng.

Sungkan, kasihan itulah alasan anggota yang didomplengi. Sehingga mereka menyetujui memberikan sebagian atau seluruhnya dari pinjaman mereka. Dalam kasus demikian, diperparah oleh kualitas musyawarah yang rendah. PJ yang saat itu berkepentingan mendompleng tentu akan berupaya agar pengajuan berjalan mulus dengan mendominasi keputusan. Sementara anggota lainnya tidak terbuka dan asal setuju saja.

Penyesalan memang datangnya belakangan dan waktu tidak mungkin bisa diputar ulang. Begitu pula dengan kelompok 291 yang harus melakukan TR untuk menyelesaikan permasalahannya. Pada Juli lalu PJ yang bermasalah tersebut dikeluarkan dari keanggotaan. Sebagai konsekuensinya, semua tanggung jawabnya kepada Kopwan SBW diambil alih kelompok dengan cara klop-klopan. Sisa pinjamannya ditutup dengan total simpanannya di Kopwan SBW dan sisanya menjadi tanggung jawab bersama seluruh anggota dalam kelompok.

Tentu saja pinjaman yang di TR tersebut adalah pinjaman atas nama mantan PJ tersebut. Karena pinjaman itulah yang disetujui oleh anggota kelompok dengan proses musyawarah dan telah dibuktikan dengan tanda tangan seluruh anggota. Sehingga senilai itu pula yang menjadi tanggung jawab anggota dalam kelompok.

Lalu bagaimana dengan pinjaman mantan PJ dari mendompleng. Tentu saja pinjaman tersebut sifatnya adalah pinjaman pribadi antara yang didomplengi dan yang mendompleng. Sehingga bukan menjadi tanggung jawab seluruh anggota dalam kelompok. Karena yang dimusyawarahkan dan disetujui adalah atas nama anggota yang mengajukan SPP. Perkara setelah mendapat pinjaman dari SBW kemudian dipinjamkan lagi pada yang lain, itu merupakan urusan dan tanggung jawabnya pribadi. Tentu saja hal tersebut tidak terkait dengan kelompok dan koperasinya.

Kendati masalah pendomplengan adalah masalah pinjaman antar pribadi, tapi Kopwan SBW dengan tegas melarangnya. Hal itu dilakukan sebagai bentuk perlindungan pada hak-hak anggota maupun kelompok dari akibat prilaku tersebut. Sedang bentuknya adalah mekanisme musyawarah yang dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan.

“Tadi saya mengamati musyawarahnya kok setuju-setuju saja. Ya.. mudah-mudahan kata setujunya tadi karena memang didasari dengan data bahwa anggota yang mengajukan SPP, konditenya baik dan layak dipercaya. Jadi bukan asal setuju. Sehingga masalah yang membelit kelompok ini tidak terulang lagi,” tandas Ibu Chandra, Ketua I Kopwan SBW saat memberi pengarahan pada pertemuan kelompok 291, Desember lalu.

Pertemuan kelompok 291 pada Desember lalu memang menjadi pertemuan istimewa. Karena pada bulan itulah, kelompok ini telah terbebas dari masalah TR. Walaupun tabungan kelompok sebesar Rp7juta telah amblas untuk menutup TR bahkan masih ditambah dengan TR spontanitas. Memang itulah yang harus dibayar oleh kelompok ini akibat dari ketidak terbukaan dan ketidak jujuran dari anggotanya. Sehingga keputusan dari hasil musyawarah beresiko tinggi.

Hampir enam bulan, konsekuensi tersebut dijalani kelompok yang kini beranggotakan 23 ibu. Sebagai rasa syukur sudah terlepas dari masalah, merekapun selamatan bubur abang. Kini dibawah koordinasi Ibu Budi Ekowati selaku PJ I, kelompok ini diharapkan bisa berjalan lebih baik dan mensejahterakan anggotanya. “Pinjaman harus dipakai sendiri, wis kapok didomplengi” itulah ikrar mereka.

Tapi tentu saja harapan dan ikrar tersebut hanya akan menjadi pepesan kosong, bila system tanggung renteng tidak dijalankan secara benar dan menjadi komitmen bersama. Begitu pula dengan aturan-aturan kelompok yang telah disepakati akan tidak berarti bila tidak dijalankan. Kelompok ini mempunyai aturan, bila tidak hadir 3 kali secara berturut-turut, SPPnya akan ditangguhkan selama 1 bulan. Kemudian, bila melakukan 1 kali TR, pinjamannya akan diturunkan sesuai dengan hasil musyawarah.  (gt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.